Cicak- Cicak di “dinding”..
Diam- diam “Menyadap”..
Datang seokor Buaya..
Hap….
Cicak di Tangkap..

Dalam tempo dua minggu ini Media nasional di ramaikan oleh berita perseteruan antara cicak dan buaya. Entah sejak kapan Istilah ini mulai di populerkan. Namun pastinya istilah ini di populerkan oleh Kabareskrim yang baru beberapa hari ini Non aktif, yaitu Susno Djuaji.
Karena perseteruan ini, bahkan salah satu stasiun televisl nasional secara terus menerus tanpa henti selalu meng- up-date perkembangan berita cicak versus Buaya tersebut, Sehingga karena pemberitaannya yang terus intens, sampai- sampai kinerja menteri- menteri yang baru saja menjabat agak tertutupi dan kalah populer dengan isu cicak versus Buaya ini.
Episode pun terus berlanjut. Penahanan “Sang cicak” Candra M Hamzah dan bibit Samad Rianto cukup menyita perhatian publik. Dukungan Dari rakyat pun terus mengalir. Dukungan itu berasal dari dua dunia, yaitu dunia Nyata dan dunia Maya.
Di dunia nyata, para tokoh dan masyarakat dari berbagai elemen turun kejalan bersama- sama dan dengan suka rela menjaminkan diri untuk membebaskan bibit dan candra. Dukungan dari dunia nyata mengalir cukup jelas dari Jakarta hingga ke berbagai daerah.
Yang lebih fantastis terjadi justru di dunia maya. Dukungan untuk Bibit dan Chandra di jejaring social Facebook telah mencapai lebih dari 1, 2 Juta member. Sudah melawati target awal yaitu sebesar 1 Juta member.
Harus di akui, dukungan yang hebat dari dunia maya ini mampu menekan Presiden. Hal ini trerbukti dengan di bentuknya Tim pencari fakta atas instruksi langsungn dari presiden.
Derasnya arus dukungan yang mengalir melalu dunia maya ini menunjukkan kebangkitan masyarakat sipil yang harus di perhitungkan oleh penguasa. Karena bisa saja ini akan mengarah kepada bentuk people power.
Besarnya dukungan masyarakat melalui Facebook di satu sisi menunjukkan tumpulnya DPR sebagai pengusung aspirasi rakyat. Yang pada akhirnya teknologi internet menjadi Alternatif penampungan gerundelan rakyat.
Apalagi banyak keputusan dan tindakan DPR, dalam Hal ini komisi III yang justru berseberangan dengan suara rakyat. Hal ini di perlihatkan ketika rapat kerja antara DPR dengan Polri. Dalam rapat kerja itu terlihat sekali sikap DPR yang dinilai berat sebelah dalam membela kepolisian. Secara tidak langsung. Komisi III DPR telah mempertototonkan diri secara demonstratif sebagai Humas Polri. Tanpa malu institusi itu melawan kehendak rakyat yang di wakilinya. Arogansi komisi di bidang hukum ini jelas telah melukai hati rakyat.
Selama tujuh jam, komisi III menggelar rapat kerja dengan kapolri Bambang Hendarso. Anggota dewan menghadiahi tepuk tangan dan pujian atas penjelasan dan sikap polri terkait dengan kasus bibit dan Chandra. Padahal arus besar kekuatan rakyat meyakini adanya rekayasa mengkriminalkan dua pemimpin non aktif KPK itu.
Hal ini menyebabkan rakyat semakin tidak percaya terhadap DPR yang berlawanan dengan Suara rakyat. Dengan demikian rakyat semakin bingung hendak kemana lagi bisa mengadu.
Facebook muncul sebagai alternative terhadap kebuntuan rakyat dalam menyalurkan aspirasinya. Makanya tidak heran grup- grup lain pun bermunculan seperti Gerakan sejuta Facebookers kecam komisi III DPR RI yang mendukung gerakan buaya dengan jumlah member hingga saat ini berjumlah sekitar 25 ribuan member , Lalu ada lagi Gerakan 2.000.000 Facebookers dukung penuntasan kasus Bank Century dengan jumlah member sekitar 12 ribu member. Selain dua grup ini masih banyak grup- grup lain yang mendukung berbagai penuntasan kasus yang selama ini belum selesai. Dan sangat mungkin grup- grup seperti ini akan terus bermunculan seiring dengan kepercayaan rakyat yang makin menipis terhadap DPR dalam dunia nyata..
Oleh karena itu kita bisa bilang bahwa DPR dunia maya yang tidak pernah di gaji dan menuntut berbagai fasilitas pribadi ternyata lebih peka terhadap suara rakyat di banding dengan DPR dunia nyata…

Welcome to Parlement Online…


Tepat pada tanggal 7 november tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan Gelar pahlawan nasional kepada Mohammad Natsir. Penghargaan yang Cukup telat Sebenernya untuk di berikan untuk orang sekaliber M. Natsir. Dia yang menjadi arsitek pemersatu bangsa lewat mosi integral nya yang di buat ketika bangsa ini dalam keadaan terpecah belah.

Berbicara Nasionalisme dalam pemikiran Politik Muhammad Natsir, merupakan suatu yang menarik untuk di teliti lebih dalam, mengingat Natsir sebagai tokoh yang menyandang gelar “Islamis” pada masanya, karena begitu gigihnya Ia bersama tokoh- tokoh Islam lainnya seperti Haji Agus Salim dan A. Hasan dalam memperjuangkan Islam sebagai dasar Negara di republik ini, selain itu Natsir juga banyak membela Islam yang terus mendapatkan serangan dari kaum- kaum sekuler yang salah satunya merupakan Presiden pertama Indonesia Soekarno. Hal ini bisa di telusuri dalam sejarah antara kisaran tahun 1930 sampai tahu 1940-an mengenai perdebatan antara soekarno dan M. Natsir yang berpolemik Mengenai peran dan posisi agama dalam negara. Mengikuti Pendahulunya Haji Agus Salim, Natsir berada pada posisi membela Islam.

Pada masa- masa itu, Natsir muda begitu gigih membela Islam. Namun perbedaan itu bukan lah suatu hal yang abadi. Ketika Soekarno mengalami masa Pengasingan yang begitu berat di Ende, karena selalu memberikan kritik yang keras kepada Belanda. Natsir tanpa segan- segan banyak melakukan pembelaan dalam tulisannya di harian “Pembela Islam”. Hal ini menjadi bukti bahwa label “Islamis” yang melekat pada diri Natsir bukan berarti menjadikan dirinya anti terhadap Nasionalisme. Dalam beberapa tulisannya, Natsir juga banyak melakukan kritik yang keras terhadap kebijkan- kebijakan yang di terapkan oleh Belanda.

Berbeda dengan para pendiri republik di Eropa dan Negara- Negara di Amerika, yang tidak harus peduli terhadap tempat agama dalam Negara, Para Founding Father kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa agama merupakan realitas yang hidup. Agama telah menjadi bagian sistem sosial dan budaya dalam masyarakat. Hingga pada tingkat tertentu agama telah berperan sebagai sumber Inspirasi dan alat mobilisasi dukungan utuk melawan penjajah .

Karena itu mereka di paksa berpikir keras mengenai posisi dan peran yang sesuai bagi agama dalam Negara- bangsa (Nation- State) yang mereka bangun itu. Dalam hal ini sejak awal Natsir cenderung meletakkan kata sifat Agama di belakang Negara. Untuk itu bagi Natsir Nasionalisme Indonesia mestilah bersifat “Kebangsaan Muslimin”. Ini konsisten dengan pandangannya mengenai Islam sebagai dasar Negara, Islam sebagai Ideologi. Menurut Prof. Bachtiar Effendi, guru Besar pemikiran politik Islam Universitas Islam negeri (UIN ) Syarif Hidayatullah, pandangannya itu di dorong oleh pemikiran Theologisnya, sembari mengutip pemikiran yang sering di rujuknya, Montgomery Watt, bahwa “Islam is more than a religion, it is a complete civilization” .

Ketika kita berbicara Nasionalisme, maka tak bisa kita lepaskan dari kata demokrasi dan kebangsaan. Lalu seperti apakah dan bagaimana Nasionalisme serta sikap kebangsaan Natsir dalam perjuangan politiknya. Penelitian ini kedepannya akan banyak membahas mengenai hal tersebut, khususnya mengenai pemikiran Natsir mengenai peran dan posisi Negara dalam ruang lingkup Negara bangsa (Nation- state).

Kita ketahui bersama bagaimana pada masa- masa revolusi Indonesia para Founding Father kita memiliki Ideologi yang berbeda- beda. Feith secara gamblang menjelaskan dalam bukunya “Indonesian Political Thinking: 1945-1965” mengenai lima aliran pemikiran politik yang berkembang pada masa revolusi Indonesia, kelima aliran itu adalah Islam, sosialisme demokrat, tradisionalisme jawa, nasionalisme radikal, dan komunisme.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh feith, Natsir di golongkan kedalam aliran Islam, mengingat sepak terjangnya yang mengusung Islam sebagai dasar Negara republik yang pada saat itu masih sangat muda. Namun sebenarnya ketika kita membahas bagaimana aliran Islam dalam pemikiran politik di Indonesia, kita tidak bisa berhenti pada kata Islam saja. Karena para ahli banyak yang kembali mengklasifikasikan dan mengembangkan varian dari aliran politik Islam di Indonesia, Khususnya yang terjadi pada masa- masa Revolusi. Dimana pada saat itu pertarungan Ideologis begitu kuat antara aliran yang satu dengan aliran lainnya atau antara sesama aliran.

M. Amien Rais dalam salah satu artikelnya di majalah Tempo Edisi 100 tahun Mohammad Natsir mengatakan bahwa Natsir merupakan salah satu tokoh pemikir- negarawan .Tidak salah apa bila Natsir di katakan sebagai sosok pemikir-negarawan. Sebagai seorang pemikir beliau adalah tokoh yang sangat produktif dalam menulis dan memasyaratkan gagasannya.

Sebagai seorang negarawan, Natsir telah melahirkan suatu konsep intergasi yang kita kenal dengan sebutan Mosi Integral Natsir. Mosi inilah yang menjadi perekat kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pada awalnya bangsa kita berbentuk Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) kemudian karena Mosi Integral Natsir itulah Indonesia kembali kepada bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia. Mosi Integral Ini menjadi salah satu bukti selanjutnya bagaimana rasa nasionalisme Natsir yang begitu besar dalam menjaga Persatuan dan kesatuan bangsa. Tanpa adanya Mosi Integral Natsir, mungkin sampai saat ini Negara kita masih menganut sistem federal seperti tahun 1949.

Luqman's book montage



Capita Selecta Jilid I

On Liberty

The Da Vinci Code

Iblis Menggugat Tuhan

Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang

Edensor

Sang Pemimpi

Laskar Pelangi



Luqman rimadi's favorite books »



We will not go down

In the night, withouth a fight

You can burn up

Our mosque and our homes and our school

But we spirit will never die

We will not go down

In Gaza to night

Rasanya bait- bait diatas sudah tidak asing lagi di telinga kita, di salah satu stasiun TV swasta bait lagu ini sering di tayangkan bila menampilkan berita mengenai kondisi yang terjadi di palestina. Michael Heart, dia orang yang menciptakan lantunan kata- kata indah itu dalam sebuah lagu, mendadak ia menjadi terkenal karena ia lah yang pertama kali membuat lagu dalam bahasa Inggris yang menggambarkan derita rakyat palestina, dunia pun bereaksi terhadap apa yang terjadi di palestina. Bait- bait yang tertera di atas sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana kondisi rakyat palestina saat ini, mereka menjadi kaum yang tertindas. konflik yang terjadi bisa di bilang sebagai konflik yang paling panjang dalam sejarah peradaban dunia. Sejak masa pemerintahan Nebukadnezar pada tahun 596 SM, bangsa Israel sudah mulai berkonflik. Entah apa yang ada dalam kepala masyarakat bangsa Israel sehingga yang ada dalam keapala mereka hanyalah konflik.

Namun kalau kita melihat dalam konteks kekinian konfilk antara Israel dangan palestina sebenarnya berakar pada gelombang kedatangan zionis internasional –merupakan sebuah gerakan politik Ultranasioanalis yahudi Eropa yang berupaya mendirikan sebuah Negara yahudi- di tanah Palestina.

Zionisme sendiri, seperti yang barusan penulis katakan adalah suatu gerakan Yahudi internasioanal yang didirikan oleh seorang wartawan di Wina, Austria yang bernama Theodore Herzl. Dia bermimpi tentang masa depan bangsa nya di perantauan.

Gagasan mengenai negara yahudi pertama kali ia kemukakan di Basel pada tahu 1891. Untuk mengukuhkan impiannya itu ia menulis suatu buku ”Negara Yahudi”. Dia percaya bahwa bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan. Atas dasar inilah Herzl membuat suatu konsepsi mengenai terbentuknya negara Yahudi. Dan pada akhirnya ini pula lah yang menjadi keyakinan zionis.

Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Mereka kemudian memutuskan untuk menjadikakan Palestina sebagai tempat yang paling ideal untuk dijadikan sebagai negara Yahudi. Berbagai usaha pun dilakukan oleh Herzl dan para pengikutnya untuk melobi penguasa pada saat itu agar mau menyerahkan tanah palestiana bagi bangsa tanpa tanah air ini. Herzl mendorong agar Zionos meminta persetujuan Turki Utsmani sebagai penguasa di palestina agar di izinkan membeli tanah di sana. Namun kaum Yahudi di sana hanya di izinkan sekedar untuk menunaikan ibadah, bukan mendirikan suatu komunitas tersendiri dangan ambisi politiknya.

Berbagai usaha di lakukan oleh Zionis agar mereka dapat menduduki tanah di palestina, mulai dari menyogok khalifah Sultan abdul Hamid II pada saat itu dengan Uanag sebear 150 poundsterling (uang dengan jumlah sekian pada masa itu sangatlah besar) sampai janji akan memberikan bantuan militer berupa kapal induk dan perang- perangkat militer lainnya. Namun semua tawaran yang di berikan itu di tolak mentah- mentah oleh khalifah. Pada saat itu perlu di ingat Turki Utsmani sebagai kerajaan Islam mempunyai kekuatan yang besar, sehingga sulit bagi zionis untuk menekan Turki agar mau menyerahkan wilayah Palestina. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pengaruh Turki Utsmani semakin melemah, para Imigran Yahudi makin banyak yang berdatangan ke wilayah palestina. Imigrasi besar- besaran pun terjadi. Kondisi ini pada akhirnya berubah menjadi suatu bentuk kolonialisasi kepada penduduk asli ketika mereka mulai menguasai kegiatan perekonomian disana. Kondisi ini makin di perparah dengan kalahnya Turki Utsmani dalam peperangan, sehingga wilayah palestina yang telah di kuasai oleh kerajaan Islam pada saat itu harus di serahkan pada Inggris.

Tahu akan kondisinya seperti ini, buru- buru kelompok zionis mengajukan permohonan dan berusaha meyakinkan Inggris dan juga para sekutunya agar memberikan tanah palestina kepada Bangsa Yahudi sebagai tempat bermukim mereka -di satu sisi, eksodus besar- besaran warga Yahudi ke palestina sedang terjadi- dan juga menurut mitos yang mereka yakini sebagi tanah yang telah di janjikan oleh Tuhan[1], untuk berusaha mempengaruhi bangsa eropa pada saat itu agar segera memberikan tanah Palestina kepada mereka, Peristiwa Hollocaust yang bagi sebagian para ilmuwan hanyalah sebagai mitos belaka, dijadikan sebagai pembenaran dan alasan kenapa tanah palestina harus di berikan kepada bangsa Yahudi. Zionis menjadikan momen Hollocaust sebagai senjata politik mereka untuk meminta simpati kepada bangsa Eropa yang telah melakukan pembantaian terhadap puluhan ribu orang Yahudi.

Inggris, yang pada saat itu menjadi negara pemegang otoritas terhadap Palestina, dengan lobi- lobi dan usaha yang di lakukan oleh Zionis, Akhirnya pada tanggal 2 November 1917, inggris memberikan sebagian wilayah Palestina untuk berdirinya tanah Air bagi warga Yahudi melalui suatu perjanjian yaitu perjanjian Balfour (Balfour carter) . Dengan adalanya perjanjian ini, otomatis kaum Yahudi telah mempunyai otoritas terhadap wilayah palestina. Gerakan Imigrasi besar- besaran pun di lakukan oleh warga yahudi dari wilayah manapun ke Palestina.

Ketika negara Israel berdiri pada tanggal 14 Mei 1948, berdasarkan perjanjian Balfor yang di sponsori oleh Inggris, persarikatan Bangsa- bangsa (PBB) telah merencanakan untuk berdirinya negara Palestina dan Yahudi. Resolusi yang di keluarkan oleh PBB nyata- nyata telah membagi wilayah Palestina dengan dua negara, yakni negara yahudi dan Arab. lalu kemudian di susul oleh deklarasi berdirinya negara Israel pada bulan Mei 1948. tindakan PBB dan deklarasi sepihak negara Israel ini pada akhirnya menyulut kemarahan negara- negara Arab, dan pada akhirnya memicu terjadinya peranga Arab- Israel pada tahun 1948, di lanjutkan dengan perang enam hari tahun 1967. perang ini merupakan koalisi dari negara- negara Arab, seperti Mesir, Yordania, suriah, Irak, Libya, Aljazair, kuwait dan saudi Arabia. Namun dalam peperangan ini, koalisi negara- negara arab tersebut dapat di patahkan oleh pasukan Israel dengn persenjataan yang lebih canggih. Pasukan israel pun akhirnya menguasai Tepi barat, Semenanjung sinai, Dataran Tinggi Golan dan Samaria.

Mungkin apa yang terjadi di Timur tengah waktu itu menjadi pelajaran untuk saat ini agar bersikap lebih hati- hati terhadap masalah Palestina. Trauma terhadap kekalahan pada masa lalu mungkin masih mengendap dalam benak negara- negara Timur Tengah, sehingga sampai saat ini mereka masih enggan untuk bersatu.

Begitulah sekelumit gerakan kaum yang menakan diri mereka sebagai Zionis, apa yang mereka lakukan pada masa lalu merupakan suatu gerakan konspirasi yang sampai saat ini pengaruh nya yntuk dunia kta rasakan begitu besar.

Tentunya, zionis telah membuat sejarah bagi peradaban dunia ini, namun sejarah yang di buat adalaah sejarah yang berlumuran darah. Apa yang terjadi saat ini di palestina merupakan akibat dari sejarah masa lalu. Seperti yang sebelumnya penulis katakan, Zionis meyakini bahwa bangsa mereka, yaitu bangsa Yahudi merupakan ”Bangsa Pilihan”, dan bumi Palestina adalah Tanah yang telah di janjikan oleh Tuhan untuk kaum mereka. Karena mitos- mitos seperti inilah akhirnya mereka melakukan eksodus besar- besaran ke Palestina dan melakukan tindakan brutal terhadap warga Palestina yang telah lama menempati bumi Palestina. Untuk mencapai tujuan- tujuannya. Mereka tidak segan- segan melakukan perampasan secara paksa terhadap warga palestina. Pembantaian dan pembunuhan pun terhadap warga sipil pun di sah kan.

Berikut ini adalah beberapa Pembantaian yang dilakukan oleh tentara zionis Israel sejak tahun 1946:

Pembantaian King David, 1946: 92 tewas

Serangan ini dilakukan oleh organisasi teroris Irgun dan sepengetahuan David Ben Gurion, pejabat teras Zionis dalam masa itu. Sejumlah total 92 orang, terdiri atas orang Inggris, Palestina, dan Yahudi terbunuh dan 45 orang terluka parah.

Pembantaian Salha, 1948: 105 tewas

Setelah penduduk suatu desa dipaksa masuk ke mesjid, orang-orang tersebut dibakar hingga tak seorang pun yang tersisa hidup-hidup.

Pembantaian Deir Yassin, 1948: 254 tewas

Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di Israel untuk diungkap. Namun, beberapa kejadian seperti kekerasan dan kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga internasional. Inilah salah satu dari kejadian-kejadian itu, yang dilakukan oleh organisasi teroris Irgun dan Stem.

Pada malam 9 April, 1948, penduduk Deir Yassin terbangun karena perintah “mengosongkan desa” yang disuarakan oleh pengeras suara. Sebelum mereka mengerti apa yang tengah terjadi, mereka telah dibantai. Penyelidikan Palang Merah dan PBB yang dilakukan berturut-turut di tempat kejadian menunjukkan bahwa rumah-rumahnya pertama-tama dibakar lalu semua orang yang mencoba melarikan diri dari api ditembak mati. Selama serangan ini, wanita-wanita hamil dicabik perutnya dengan bayonet, hidup-hidup. Anggota tubuh korban dipotong-potong, lalu anak-anak dihantam dan diperkosa. Selama pembantaian Deir Yassin, 52 orang anak-anak disayat-sayat tubuhnya di depan mata ibunya, lalu mereka dibunuh sedang kepalanya dipenggal. Lebih dari 60 orang wanita terbunuh lalu tubuh-tubuh mereka dipotong-potong.35 Salah satu wanita yang melarikan diri hidup-hidup menceritakan pembantaian massal yang ia saksikan sebagai berikut:

Saya melihat seorang tentara memegangi saudara perempuan saya, Saliha al-Halabi, yang sedang hamil sembilan bulan. Ia menyorongkan sebuah senjata mesin pada lehernya, lalu memberondongkan seluruh pelurunya kepada saudara saya. Lalu ia beralih menjadi seorang jagal, ia mengambil sebuah pisau lalu menyayat perutnya hingga terburai lalu mengeluarkan janinnya yang telah mati dengan pisau Nazinya yang tak berprikemanusiaan.

Tidak puas hanya dengan pembantian, para teroris lalu mengumpulkan seluruh perempuan dewasa dan remaja yang masih hidup, menanggalkan seluruh pakaian mereka, membaringkan mereka di mobil terbuka, membawa mereka sepanjang jalan daerah Yahudi di Yerusalem dalam keadaan telanjang. Jacques Reynier, perwakilan Palang Merah Palestina pada saat itu, yang melihat potongan-potongan mayat selama kunjungannya ke Deir Yassin pada hari serangan itu, hanya bisa berkata: “Keadaannya sudah mengerikan."

Selama diadakannya serangan, 280 orang Islam, di antara mereka wanita dan anak-anak, mula-mula diarak di sepanjang jalan lalu ditembak seperti menjalani hukuman mati. Sebagian besar wanita yang masih remaja diperkosa sebelum ditembak mati, sedangkan remaja pria dikebiri kemaluannya.

Harus dijelaskan bahwa para teroris yang melakukan pembantaian massal ini bukanlah anggota organisasi radikal yang bertindak di luar hukum atau menentang kendali pemerintah; justru mereka itu dikendalikan langsung oleh pemerintah Israel. Pembantaian Deir Yassin dilakukan oleh kelompok Irgun dan Stern, di bawah kepemimpinan langsung Menachem Begin, yang di kemudian hari menjadi perdana menteri Israel.

Begin menggambarkan operasi tak berprikemanusiaan ini, yang hanyalah salah satu contoh dari kebijakan resmi kebrutalan Israel, dalam kata-kata: "pembantaian ini tidak hanya bisa dibenarkan, justru, tidak akan ada negara Israel tanpa ‘kemenangan’ di Deir Yassin." Para Zionis menjadikan serangan seperti itu untuk menteror orang-orang Palestina dan mengusir mereka dari tanah mereka sehingga imigran Yahudi punya tempat untuk hidup. Israel Eldad, seorang pemimpin Zionis yang terkenal, menyatakan hal ini secara terbuka ketika ia berkata: "Jika tidak ada Deir Yassin, setengah juta orang Arab akan tetap tinggal di negara Israel (pada tahun 1948). Negara Israel tidak akan pernah ada.

Para Zionis menganggap pembersihan etnis seperti ini sebagai hal teramat penting untuk mendirikan negara Israel. Memang operasi-operasi ini, yang dilanjutkan setelah serangan Deir Yassin, menyebabkan banyak orang-orang Palestina meninggalkan tanahnya dan melarikan diri, atau menderita nasib yang sama seperti penduduk Deir Yassin.

Pembantaian di Qibya, 1953: 96 tewas

Serangan Zionis lainnya yang dirancang untuk “mendorong” orang-orang Palestina melarikan diri terjadi di Qibya, suatu desa dengan penduduk 2000 orang di perbatasan Yordania. Penyelidikan lebih lanjut di tempat kejadian yang dilakukan oleh beberapa pengamat dengan jelas mengungkap bagaimana pembantaian terjadi. Pembantaian Qibya, yang terjadi pada 13 Oktober 1953, meliputi penghancuran 40 rumah dan pembunuhan 96 orang sipil, sebagian besar di antara mereka wanita dan anak-anak. Unit “101” ini dipimpin oleh Ariel Sharon, yang nantinya juga menjadi salah satu perdana menteri Israel. Sekitar 600 tentaranya mengepung desa itu dan memutuskan hubungannya dengan seluruh desa Arab lainnya. Begitu memasukinya pada pukul 4 pagi, para teroris Zionis mulai secara terencana memusnahkan rumah-rumah dan membunuh penduduk-penduduknya. Sharon yang kalem, yang langsung memimpin serangan tersebut, mengumumkan pernyataan berikut setelah pembantaian: “Perintah telah dilaksanakan dengan sempurna: Qibya akan menjadi contoh untuk semua orang."

Pembantaian Kafr Qasem, 1956: 49 tewas

Serangan di Kafr Qasem, ketika 49 orang tak bersalah, tanpa memandang wanita atau anak-anak, tua atau muda, dibunuh dengan brutal, terjadi pada 29 Oktober 1956. Pada hari itu juga, Israel melancarkan serangannya atas Mesir. Tentara garda depan Israel melakukan pembersihan sekitar pukul 4 sore, dan menyatakan bahwa mereka telah mengamankan perbatasan. Mereka berkata pada pejabat setempat di kota-kota perbatasan bahwa jam malam untuk kota tersebut mulai hari itu akan dimulai pukul 5 sore, bukan 6 sore seperti biasanya. Salah satu kota tersebut adalah Kafr Qasem, di dekat pemukiman Yahudi di Betah Tekfa.

Para penduduk kota baru diberitahu tentang jam malam tersebut pada pukul 4.45 sore. Pejabat setempat memberi tahu tentara Israel bahwa sebagian besar penduduk kota bekerja di luar kota, dan begitu mereka kembali dari kerjanya, mereka tidak mungkin mengetahui tentang perubahan tersebut. Pada saat yang sama, tentara Israel mulai mendirikan barikade di jalan masuk kota. Sementara itu, orang-orang yang bekerja di luar kota pun mulai kembali ke rumahnya. Kelompok pertama segera mencapai perbatasan kota. Apa yang terjadi berikutnya diceritakan oleh saksi mata Abdullah Samir Bedir:

Kami mencapai pintu masuk desa sekitar pukul 4.55 sore. Kami tiba-tiba dihadang oleh unit garda depan yang terdiri atas 12 tentara dan seorang pejabat, yang semuanya diangkut sebuah truk tentara. Kami memberi salam kepada pejabat dalam bahasa Ibrani, dengan berkata “Shalom Katsin”yang berarti “salam untuk Bapak,” tapi tak ada tanggapan. Dia kemudian menanyai kami dalam Bahasa Arab: “Apakah kalian bahagia?” lalu kami menjawab “Ya.” Para tentara mulai keluar dari truk dan sang pejabat memerintahkan kami untuk berbaris. Lalu ia menyerukan perintah ini kepada tentaranya: “Laktasour Otem,” yang berarti “Bereskan mereka!” Para tentara mulai menembak…

Bedir, yang melarikan diri dari percobaan pembantaian yang mengerikan ini dengan berjudi antara hidup dan mati, sebenarnya bukanlah satu-satunya saksi mata kekejaman ini. Mulai saat itu, tentara Israel menghentikan setiap kendaraan yang mencoba memasuki kota itu dan menembak mati orang-orang di dalamnya. Di antara mereka ada anak laki-laki berusia 15 dan 16 tahun, remaja putri, dan wanita hamil. Orang-orang yang mendengarkan keributan dan keluar melihat apa yang terjadi ditembak karena melanggar jam malam begitu mereka melangkah ke luar. Tentara Israel diperintahkan bukan untuk menahan, melainkan menembak mati semua yang melanggar jam malam.

Kejadian ini, yang dilaporkan seluruhnya dalam catatan resmi Parlemen Israel, adalah salah satu contoh yang paling mengejutkan dari kebijakan resmi Israel.

Pembantaian Khan Yunis, 1956: 275 tewas

Tentara Israel yang menyerang kamp pengungsi di Khan Yunis membunuh 275 orang. Pejabat PBB yang melakukan penyelidikan di tempat kejadian menemukan korban-korban yang telah ditembak di belakang kepalanya setelah tangannya diikat.

Pembantaian Fakhani, 1981: 150 tewas

Akibat serangan udara Israel atas daerah Libanon, 150 orang tewas dan 600 luka-luka.

Pembantaian Qana, 1996: 109 tewas

Lebih dari 100 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, kehilangan jiwanya di kamp pengungsi Qana ketika mereka dibom oleh angkatan udara Israel. Pemandangan mengerikan karena pembantaian ini, termasuk anak-anak yang dipenggal kepalanya, tidak akan pernah terlupakan. Suatu tim pemeriksa dari PBB memastikan bahwa pembantaian ini disengaja[2].

Dan terakhir adalah Pembantaian Gaza, yang saat ini jumlah korban yang berjatuhan di perkirakan sebnayak lebih dari 1000 orang.

Yang cukup mengheran kan adalah, kenapa negara- negara barat hanya bisa diam melihat kondsi peperangan seperti ini. negara- negara timur tengah sudah tidak se gagah dulu lagi ketika menjadi jagoan dalam perang arab- Israel dan perang enam hari.

Sementara negara- negara barat hanya bisa diam bahkan membenarkan tindakan pembantaian yang dilakukan oleh pasukan zionis Israel.

Bahkan di dalam dewan keamanan PBB, Pemerintah Amerika tercatat telah memveto lebih dari pada 60 kali guna melindungi Israel dan resolusi- resolusi yang mengecam, menyelesaikan, mengutuk, menegaskan, mendorong, menyerukan, dan mendesak untuk mentaati lembaga dunia itu.

Selain itu, Israel juga tercatat sebagai negara Penerima bantuan keuangan terbesar dari AS. Menurut catatan riset Kongres AS, sejak tahun 1949 AS telah memberi lebih dari 101 milyar dolar kepada Israel dalam bentuk bantuan yang sejak 2007, 53 milyar dolar di antaranyaadalah bantuan militer bantuan militer tahunan di rencanakan akan meningkat 3,1 milyar dolar pada 2018[3].

Konflik yang terjadi saat ini, diramalkan akan menagntarkan dunia pada perang besar yang tidak terhindarkan. Kini tinggal satu pertanyaan untuk kita semua. Sejauh mana Indonesia memainkan perannya saat ini yang notabene sebagai negri yang mayoritas penduduknya Islam?sudahkah kita siap sebagai pionner perubahan dan ikut berperan dalam menjaga perdamaian dunia?


[1] Menurut harun Yahya, tanah yang di janjikan oleh tuhan bagi mereka sebenarnya tidak pernah di capai, karena kaum Yahudi sendiri menolak ajakan nabi musa untuk masuk ke palestina. Sampai nabi musa wafat, bangsa Yahudi tidak pernah menuruti perintah nabi mereka. Baru setelah mkepemimpinan Yusak bin Nunbangsa yahudi dapat memasuki tanah selalipun dengan menggunakan cara licik dan biadab.

[2] www.harun Yahya.com

[3] www.suarapalestina.org

Tepat pada tanggal 7 November tahun 2008, 13 hari sebelum hari Pahlawan nasional, Mohammad Natsir menerima gelar pahlawan Nasional. Suatu gelar yang sebenarnya sangat tidak cukup untuk membalas jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Yang jadi pertanyaan bagi kita semua adalah, kenapa baru sekarang seorang Mohammad Natsir yang menjadi perekat kesatuan bangsa lewat mosi intergralnya baru menerima gelar pahlawan saat ini? Tentunya, menurut penulis banyak faktor politis yang menyebabkan kenapa hingga saat gelar pahlawan nasional belum tersematkan di pundak beliau, mengingat jasa- jasa beliau yang begitu banyak dalam menjaga kesatuan dalam bernegara. Salah satu alasan yang menyebabkan kenapa hingga saat ini Natsir tak kunjung memperoleh gelar pahlawan adalah mengenai keterlibatan beliau di dalam PRRI (pemerintahan revolusioner republik Indonesia) yang di anggap sebagai gerakan separatis. Padahal kalau kita mau telisik lebih jauh, sebenarnya PRRI itu lahir dari suatu bentuk kekecewaan Natsir dan kawan- kawan terhadap dominasi Soekarno tua dalam pemerintaan yang makin tak terkendali.
Kekacauan politik yang terjadi setelah Pemilu tahun 1955, pertentangan antra pro dan anti komunis, pergolakan daerah yang menuntut otonomi yang lebih luas dan kemudian pengunduran diri Bung Hatta sebagai wakil presiden, telah mendorong soekarno tua untuk membubarkan konstituante dan menerapkan demokrasi terpimpin dengan kekuasan penuh ditangan presiden. Suatu hal yang sangat di tentang oleh Natsir dan kawan- kawannya. Ketegangan politik makin memuncak ketika terjadi peristiwa Cikini pada tanggal 30 november 1957 yang merupakan suatu peristiwa upaya pembunuhan presiden soekarno. Pada saat itu Natsir, Syafrudin prawiranegara, dan Burhanudin harahap dituduh mendalangi peristiwa itu. hal ini menyebabkan ketiga tokoh Masyumi tersebut menyingkir ke sumatera dan terlibat dalam gerakan PRRI. Kemudian tepat pada tanggal 17 Agustus 1960, soekarno membubarkan Masyumi.
Keterlibatan Natsir dalam PRRI menyebabkan beliau harus mendekam di dalam penjara dan mengalami masa- masa pengasingan. Natsir di tangkap dan di asingkan ke batu, Malang,dan pernah menjadi tahanan politik di rumah tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966). Barulah pada tanggal satu Juli tahun 1966, setelah kejatuhan soekarno dan berdirinya orde baru, Natsir di bebaskan tanpa proses peradilan.

Natsir Dan Sepak Terjangnya
M. Amien rais dalam salah satu artikelnya di majalah Tempo mengatakan bahwa Natsir merupakan salah satu tokoh yang ia sebagai pemikir dan juga negarawan .Tidak salah apa bila Natsir di katakan sebagai sosok pemikir-negarawan. Sebagai pemikir, Natsir telah melahirkan suatu konsep intergasi yang kita kenal dengan sebutan Mosi Integral Natsir. Mosi ini lah yang menjadi perekat kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pada awalnya bangsa kita berbentuk federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) kemudian karena Mosi Integral Natsir itulah Indonesia kembali kepada bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa mudanya Natsir telah aktif dalam dunia pergerakan. Pada usia 18 tahun ia sudah aktif dalam gerakan kepanduan organisasi pemuda Islam Jong Islamiten Bond (JIB). Didalam Organisasi kepemudaan ini lah natsir banyak bertemu dan belajar dengan tokoh-tokoh seperti haji Agus salim dan ahmad Hasan.
Sejak muda M. Natsir telah berkecimpung dalam dunia tulis menulis. Dalam tulisan-tulisannya yang banyak di muat dalam majalah pembela Islam, Natsir banyak mengkritisi pemikiran- pemikiran yang melecehkan dan merendahkan Islam. Tulisan- tulisan macam itu banyak di buat oleh para politisi atau tokoh yang berasal dari PNI yang berfikir sekuler. Natsir juga sering mengkritisi pemikiran dan tulisan Soekarno yang pada saat itu merupakan tokoh PNI. Dalam Kumpulan tulisan Natsir yang di himpun dalam Capita selecta jilid I, disitu di muat bantahan- bantahan Natsir terhadap Soekarno yang menyanjung-nyanjung model sekularisme yang terjadi di Turki. Sementara natsir sangat menentang model sekularisasi yang terjadi di Turki yang di lakukan oleh Mustafa Kemal attaturk dan menyayangkan hancurnya kerajaan Turki Ustmani sambil menunjukkan dampak negatifnya. Namun walau pun Natsir sangat berseberangan dalam pemikiran, Ia sangat mendukung upaya soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan Natsir dalam salah satu artikelnya menentang habis-habisan sikap Belanda yang mengasingkan soekarno ke wilayah Ende .
Karir politik Natsir di awali dengan menjadi aktivis dalam Masyumi. Karir politik tertinggi nya di Masyumi adalah menjadi Ketua Umum Masyumi. Masyumi merupakan partai yang cukup eksis pada masa pergerakan mempertahankan kemerdekaan saat itu. Ini di buktikan ketika partai ini menempati urutan tiga besar dalam pemiliu tahun 1955. Natsir merupakan sosok yang ada di balik kebesaran Masyumi, maka pada saat itu, Natsir di pilih sebagai Ketua Umum Masyumi menggantikan dr. soekiman Wirjosandjoyo.
Keterlibatan Natsir secara intens dalam politik dan kenegaraan di mulai ketika ia di ajak oleh Kahar Muzakar untuk menjadi Anggota KNIP yang berfungsi sebagai DPR/MPR pada saat itu. Ketika Sutan Syahrir ditunjuk sebagai perdana menteri oleh presiden soekarno, Natsir di angkat sebagai menteri penerangan. Dalam pemerintahan, total Natsir menjabat sebagai menteri penerangan sebanyak tiga kali dalam tiga kabinet Syahrir berturut-turut pada 3 Januari 1946 sampai 27 Juni 1947. Jabatan yang sama ia emban dalam kabinet Mohammad Hatta pada 29 Januari 1948, dan puncak karir tertinggi Natsir dalam pemerintahan adalah ketika Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Pasca pembubaran RIS menjadi Negara kesatuan Indonesia.
Di pilihnya Natsir sebagai Perdana menteri pada saat itu di karenakan peran Natsir dalam mengembalikan Indonesia dari Republik Indonesia Serikat kepada Negara kesatuan Republik Indonesia melaluai konsep integrasi nya yang cukup terkenal yaitu Mosi Integral Natsir. Adanya Mosi Integral ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia, karena berkat Mosi inilah Indonesia dapat kembali ke bentuk asal nya yaitu Negara kesatuan. Tentunya, pada saat itu begitu sulit untuk melobi dan menyatukan suara agar semua daerah yang telah menjadi Negara bagian masing-masing untuk bergabung kembali menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia. Namun karena kepiawaian natsir dalam berdiplolmasi dan me lobi para perwakilalan dari tiap Fraksi di Parlemen pada saat itu dengan cara- cara yang bermartabat dan manusiawi tanpa adanya sentimen dan pihak yang merasa di sepelekan dan di rendahkan. Natsir mampu menyatukan kembali NKRI dan membubarkan Republik Indonesia serikat (RIS) hasil perjanjian konferensi meja bundar. Berkat jerih payahnya lah akhirnya 17.000 pulau yang tadinya terpecah- pecah menjadi 17 negara bagian kemuadia bersatu kembali.
Maka tak heran dan penulis sangan sepakat dengan Dr. Moh. Noer, seorang cendikiawan politik yang juga merupakan dosen penulis di Universitas Nasional mengatakan bahwa indonesia mempunya dua buah proklamasi. Pertama proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 dan yang kedua proklamasi berdirinya Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) tanggal 17 agustus 1950 . Kedua proklamasi itu sama- sama di proklamator oleh Soekarno dan M.Hatta. bedanya pada proklamasi pertama sukarno dan Hatta menyatakan dirinya atas nama bangsa Indonesia, sedangkan pada proklamasi yang kedua Sukarno adalah presiden republik Indonesia serikat dan Hatta adalah perdana menteri republik Indonesia serikat. Akan tetapi menurut Noer, perbedaan itu bukanlah sesuatu yang penting yaitu perbedaan makna dan sejarah dari kedua proklamasi itu sendiri.
Setelah terbentuknya NKRI, Natsir di berikan mandat oleh presiden Soekarno menjadi perdana menteri pertama NKRI. Dia memilih Sri sultan Hamengku Buwono IX sebagai wakil perdana menteri. Saat membentuk kabinet, Ia menemukan banyak kesulitan karena partai Nasionalis Indonesia dan partai komunis Indonesia tidak mendukung kabinet Natsir. Kabinet Natsir hanya berumur tujuh bulan. Terpilihnya Natsir menjadi perdana menteri justru menjadi awal keretakan hubungan Sukarno dengan Natsir.

Rujukan Utama
M. Natsir. Capita Selecta I. Yayasan Bulan bintang dan Media Dakwah. Jakarta. 2008.
Dr. Anwar harjono, Dkk. Pemikiran dan Perjuangan mohammad Natsir. Pustaka Firdaus. Jakarta. 2001.
Laode Kamaludin, Dkk. 100 Tahun Mohammad Natsir; berdamai dengan sejarah. Republika. Jakarta. 2008.
Eko Prasetyo. Waktunya gerakan Muda memimpin. Resist Book. Yogyakarta. 2008.

Suharto dan militer, tentunya kedua kata ini tidak bisa di pisahkan antara keduanya, naiknya Suharto sebagai presiden RI kedua menyingkirkan Sukarno tidak luput dari peran tentara yang kecewa dengan pemerintahan sukarno. Dalam hal ini, Salim said mengatakan ada tiga hijau yang menjadi alat Suharto untuk mnyingkirkan sukarno dari tampuk kekuasaann yaitu, mahasiswa (yang masih hijau dalam politik), tentara (yang berseragam hijau), dan golongan islam (yang berbendera hijau). Salim said mengatakan bahwa fakta yang ada memang menunjukkan kecenderungan demikian, namun ia mempertanyakan akan berapa lamakah aliansi hijau ini akan bertahan?
Mengenai masalah suksesi pemerintahan Suharto dan bagaimana peran militer didalamnya.penulis beranggapan, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Salim said, bahwa diawali terjadinya konflik dalam kalangan militer yang kecewa terhadap kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh Suharto. Dukungan ABRI yang sangat menonjol terhadap GOLKAR dalam pemilu 1977 di pertanyakan oleh kalangan perwira Seskoad (sekolah staf komando angkatan darat) di bandung lewat sebuah makalah –dikenal dengan sebutan seskoad paper- yang mencerminkan para pendapat perwira seskoad, mereka mendesak agar ABRI menahan diri dari keberpihakan pada pemilihan umum dimasa depan. Para perwira tersebut juga menyarankan agar ABRI sebagai kekuatan penuh tidak berpihak kepada kelompok manapun dalam masyarakat. ABRI semestinya tetap berdiri di atas semua golongan.
Pernyataan para perwira seskoad ini mendapatkan dari para purnawirawan yang tergabung dalam Fosko (forum study dan komunikasi). Fosko sependapat dengan apa yang di tulis oleh para perwira seskoad., yang pada intinya menyerukan agar nilai-nilai moral angkatan bersenjata Indonesia berada diatas semua golongan harus selalu di jaga. Mendengar pernyataan demikian Suharto jelas tidak sependapat. Dalam rapat pimpinan ABRI di Pekan Baru, Suharto menyatakan dengan tegas ABRI akan mendukung Golkar dan tidak berdiri diatas semua kelompok sosial politik jenderal Widodo dan jenderal M.Yusuf yang merupakan penggerak Fosko dipecat dari jabatannya sebagai panglima ABRI.

Soeharto dan LB. Moerdani

Dalam analisanya, Dr.Salim Said begitu menonjolkan peran Moerdani sebagai tangan kanan Suharto yang bertugas mempertahankan tampuk kekuasaan Suharto. Kemesraan Suharto dan moerdani ditunjukkan dengan diangkatnya ia sebagai panglima Kopkamtib, yang mempunyai hubungan telepon langsung dengan Suharto. Selain itu penghargaan terbesar yang diberikan oleh Suharto kepada Moerdani adalah diangkatnya ia sebagai panglima angkatan bersenjata menggantikan jend. M.Jusuf. pengangkatan moerdani sebagai panglima ABRI merupakan sesuatu yang di luar perkiraan banyak orang.
Dengan di angkatnya Moerdani sebagai panglima ABRI dan Kopkamtib, di samping sebagai kepala BAIS (badan intelejen strategis), Suharto bisa pula mengontrol dengan ketat semua prilaku politik. Kepercayaan yang di berikan Suharto kepada Moerdani begitu besar. Moerdani benar- benar menguasai pada saat itu.Ia mengakumulasi kekuasaan ditangannya yang belum pernah ada sebelumnya. Ia memimpin Pusintelstrat (pusat inteljen strategis) dan menjadi panglima angkatan bersenjata yang beranggotakan 400.000 ribu personel, ia juga memegang jabatan sebagai panglima Kopkamtib (komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban) dan kepala intelejen.
Dengan kekuasaan yang penuh dan kepercayaan yang besar yang diberikan oleh Suharto kepada Moerdani, justru kemudian berbuntut pada timbulnya konflik antara Suharto dan moerdani.
Puncak dari keretakan hubungan antara Suharto dan moerdani terjadi pada tanggal 10 februari 1988, beberapa minggu sebelum masa jabatan moerdani berakhir sebagai panglima ABRI berakhir. Pada hari itu Suharto memutuskan untuk mnyingkirkan tokoh intelejen itu dari kepemimpinan militer dan menggantikannya dengan jenderal Try Soetrisno.
Profil politik moerdani sejak 1998 sangat tidak menonjol dan ia jarang sekali kelihatan didepan umum sejak tahun 1993. namun, ia tetap dianggap penting dalam politik militer. Masalah moerdani yang sesungguhnya dengan Suharto bukanlah keprihatinannya tentang anak-anak Suharto, tetapi karena dimata sang presiden ia telah menghimpun kekuasaan terlalu banyak dalam tubuh ABRI.
Ada dimensi lain dalam masalah ini yang sebaiknya tidak diabaikan. Yaitu latar belakang katholik moerdani, hubungannya, dan dampak yang timbul atas kontrolnya terhadap masyarakat intelejen dan kepemimpinannya dalam angkatan bersenjata. Sejumlah tokoh muslim dalam tubuh angkatan bersenjata dan dalam birokrat sipil yakin bahwa moerdani sedang membangun kelompok non muslim yang berpengaruh dalam tubuh angkatan bersenjata disamping dalam tubuh birokrat sipil.

Kedekatan soeharto dengan Islam

Di akhir-akhir masa jabatannya, ada fenomena menarik mengenai soeharto, yaitu kedekatan Suharto dengan islam.
Feisal Tanjung dan R.hartono merupakan jenderal yang berasa dari keluarga muslim yang taat. Diangkatnya kedua jenderal ini merupakan suatu hal yang menarik. Sebab, ABRI di bawah Suharto, senantiasa di pimpin oleh para perwira Jawa dengan latar belakang abangan atau para perwira dari kelompok minoritas.
Fenomena baru adanya pemimpin militer dari kalanagan islam yang taatdan pembentukan ICMI, serta keterlibatan Suharto dalam urusan ini, telah menimbulkna kehebohan di kalangan masyarakat.kemudia tersebar isu adanya usaha “penghijauan” dalam tubuh Golkar dan ABRI. Di akhir tahun 1990an, merebak isu adanya “golongan merah putih”. Golongan ini di anggap sebagai lawan dari “golongan hijau”.
Kedekatan soharto dengan Islam, banyak kalangan yang menilai ia mulai menjauh dari ABRI, namun pendapat yang oleh Jamie Mackie, Andrew Macintyre, R.William Liddle dan Ulf sundhausen tentang hubungan Suharto dengan militer lebih meyakinkan di banding pendapat yang menyatakan Suharto sedang memperlemah dan menjauh dari ABRI, dan memanipulasi kelompok islam untuk menghadapi ABRI. Menurutnya, kepemimpinan Suharto sebagian besar berasal dari penguasaanya atas ABRI, misalnya menurut Mackie dan Macintyre:
Sebagai mantan jenderal dan pimpinan angkatan darat, presiden Suharto senantiasa mengidentifikasikan dirinya sangat dekat dengan ABRI. Ia menggantungkan dirinya pada ABRI, walaupun ia juga membuat para pemimpin ABRI tergantung padanya untuk mendapatkan jabatan.

Pada saat jenderal faisal tanjung mendekati akhir masa jabatannya sebagai panglima ABRI pada bulan Maret 1998, nama jenderal Wiranto, mantan ajudan presiden, disebut-sebut sebagai orang yang akan menggantikan Faisal Tandjung.
Wiranto memang pada akhirnya menggantikan tandjung pada tanggal 16 Maret.selain sebagai panglima ABRI, Wiranto juga mendapat tugas tambahan sebagai menteri pertahanan. Namun pengankatan Wiranto ini menimbulkan berbagai macam spekulasi. Desas-desus yang beredar di Jakarta bahwa semakin banyak yang tidak menyukai Wiranto di kalangan panglima lapangan.
Pertanyaan yang paling menggangu dikalangan para pengamat politik, bahkan juga masyarakat ramai , ialah soal suksesi, yang sudah hamper satu dasawarsamenjadi bahan gunjingan politik, meski secara bisik-bisik. Siapakah pengganti Suharto bila ia meletakkan jabatan? Pada waktu itu, sebagian besar pengamat politik sependapat bahwa satu-satunya kekuatan yang bisa mengambil alih kekuasaan adalah militer.
Tapi sejarah berkata lain. Setekah melewati huru-hara besar yang melanda Jakarta dan beberapa kota lainnya, pada tanggal 21 Mei 1998suhart terpaksa menyerahkan jabatan kepresidenanya kepada B.J.Habibie, wakil presiden yang pengangkatannya dahulu tidak seluruhnya dengan persetujuan militer.

FASISME

.
Apakah fasisme itu? Istilah ini berasal dari Italia. Apakah semua bentuk kediktatoran kontra-revolusioner itu bisa disebut fasis? (Katakanlah sebelum kedatangan fasisme di Italia).
Kata fasisme hampir tidak dikenal sampai tahun 1920, ketiaka benito musolini mengadopsi kata itu sebagai nama gerakan revolusioner barunya. Fasisme berasla dari bahasa latin fasces yang berarti ikatan. Pada masa romawi kuno, petugas hukum menggunakan tanda berupa seikat sabuk dan kapaksebagai symbol kemenangan dan keadilan.di tahun 1920 musolini mengadopsi simbo ini danmemberinama fasci, untuk kelompok senjata yang diharapkan bisa membawanya kepada kekuasaan. Mussolini ditiru oleh seorang jerman bernama Adolf Hitler. Pengikut-pengikut Hitler yang revolusioner adalh para anggota partai buruh sosialis nasional. Dari nama partai ini istilah nazi muncul.nazi jerman dan fasis italic cukup mempunyai kesamaan antar keduanya, hingga kata fasis patut di lekatkan pada kedua organisasi tersebut.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Namun, ideologi fasisme tidak hanya ada dalam buku-buku sejarah. Meski saat ini tidak ada satu negara pun yang menyebut diri sebagai fasis atau secara terbuka mempraktikkan fasisme, di berbagai negara di dunia terdapat banyak pemerintahan, kelompok dan partai politik yang mengikuti pola-pola fasistik. Walaupun nama dan taktiknya telah berubah, mereka masih terus menimpakan kesengsaraan serupa pada rakyat. Berkemungkinan pula, kemerosotan kondisi sosial dapat membuat dukungan terhadap fasisme makin berkembang. Karenanya, fasisme terus-menerus menjadi ancaman bagi kemanusiaan.
Kerumunan orangjerman yang menyambut Hitler dalam rally nazi, berteriak penuh semangat , Ein reich, ein volk, ein fuehrer! Satu Negara, satu bangsa, satu pemimpin. Slogan ini dapat menyimpulkan apa sebenarnya fasisme.
Ein Reich- Negara totaliter
Menurut fasis negra harus totaliter. Ini berarti Negara harus mempunyai kekuasaan total atas seluruh aspek kehidupan rakyatnya. Dinegara totaliter, rakyat ada untuk kepentingan Negara.hanya ada satu partai politik dimana setiapa orang memberi suaranya, dan partai ini adalah pemerintah. Pemerintah mengontrol semuanya: pendidikan dan media massa, industri dan perdagangan, rekreasi dan agama, bahkan kehidupan berkeluarga. Rakyat Negara-negara totaliter tak dapat mengatakan apa yang mereka inginkan, pergi kemana yang mereka inginkan, dan mendidik anak-anak mereka seperti yang mereka inginkan.
Bagi kaum fasis, demokrasi hanyalah sedikit lebih baik dari pada chaos, mereka percaya Negara yang mengijinkan rakyatnya memberikan suara seperti yng mereka inginkan kepada banyak partai, akan mendorong keegoisan pribadi dan anarki.
Ein Volk- Rasialisme dan Nasionalisme
Kita dapat membuat daftar ciri-ciri khas utama fasisme seperti konsep-konsep otoriter atau hukum negara yang diktatoris, dan kebijakan luar negeri yang agresif. Namun di samping semua ini, karakteristik yang benar-benar dominan adalah rasisme. Jika kita menelaah ideologi Nazi khususnya, kita dapat melihat bahwa rasisme lah yang membuat fasisme seperti adanya. Kaum Nazi bangkit dengan mimpi membangun hegemoni ras Aria, yang mereka yakini sebagai ras unggul, di seluruh dunia, sebuah gagasan yang menjadi dasar semua kebijakan dan ukuran sosial mereka. Dalam ucapan Wilhelm Reich, "Teori ras adalah poros teoritis fasisme Jerman.
Rasisme juga merupakan ideologi fundamental pada rezim-rezim fasis lainnya, seperti rezim Mussolini dan Franco, walau tidak sejauh pada Nazi. Mussolini menyebutkan bahwa kaum Romawi yang memerintah Kekaisaran Roma adalah sebuah "ras unggul", dan bahwa orang-orang Italia, sebagai keturunan mereka, juga memiliki sifat unggul ini. Penaklukan Ethiopia didasarkan pada ide ras unggul ini, dan bahwa orang-orang Ethiopia yang berkulit hitam ini harus tunduk kepada orang Italia, sesuai dengan apa yang dianggap sebagai hirarki rasial alamiah. Franco mengemukakan klaim serupa untuk Spanyol.
Fasisme Jepang, yang berkembang sebelum Perang Dunia II dan merupakan bagian dari aliansi Hitler-Mussolini, juga mengidap suatu kompleks kejiwaan "ras unggul". Dalam New York Times tanggal 14 Agustus 1942, Otto D. Tolischus menulis tentang sebuah buku kecil terbitan Tokyo dari Profesor Chikao Fujisawa, salah seorang tokoh pemikiran politik dan filsafat Jepang,;
Menurut buku kecil ini, yang dicetak untuk penyebaran seluas-luasnya, Jepang sebagai tanah air asli ras manusia dan peradaban dunia, sedang berjuang dalam perang suci untuk mempersatukan kembali seluruh umat manusia yang sedang berperang ke dalam satu rumah tangga universal di mana setiap bangsa akan mengambil tempatnya yang selayaknya di bawah kedaulatan agung Kekaisaran Jepang, yang merupakan keturunan langsung dari Dewi Matahari dalam "pusat kehidupan kosmik absolut", dari mana asal mula bangsa-bangsa itu sebelum tersesat, dan ke mana mereka harus kembali.
Yang menarik, aliansi negara-negara fasis dibangun di antara kelompok-kelompok yang masing-masingnya memandang diri mereka sebagai "ras superior". Sebagai contoh, kaum Nazi tidak keberatan dengan klaim ras unggul Jepang, bahkan malah membesarkan hati mereka dengan menggambarkan Jepang sebagai "bangsa Aria kehormatan".
Namun, apakah akar rasisme yang menjadi dasar bagi semua rezim dan gerakan fasisme?
Ein Fuehrer- prinsip kepemimpinan
Jika fasisme adalah agama maka pemimpinya adalah adalh tuhannya-atau paling tidak God given (keturunan tuhan), kalau kita mau menggunakan unggkapan fasis yang umum. Pada tahun 1920-1945, pemeimpin kaum fasis adalah para dictator.dua dari merekamemiliki kekuasaan total, Mussolini dahn Hitler, menggunakan alat-alat demokratik pemilihan umumdan tawar menawarpolitik untuk mencapai itu. Namun setelah merekamengambil alih pemerintah, mereka menggenggam kekuasaan seluruhnya ditangan mereka. Kata-kata mereka adalah hukum. Kekuasaan mereka tidak diperiksa cabinet, parlemen dan pemilihan umum. Kaum fasis percaya bahwa Negara yang kuat memerlukan dictator sebagai kepala pemerintahannya. Kekeuasaan harus dikonsentrasikan kepada sedikit orang. Ini adalah prinsip kepemimpinan yang dibenarkan oleh filsuf Hegel dan Nietzche. Nietzche percay bahwa seorang pemimpin dengan jajaran anggota partainya mewakilielemen-elemen terbaik bangsa. Mereka bertahan hidup karena mereka adalah yang terkuat. Hegel beralih dari konsep binatang ke konsep mistis.ia percaya bahwa hero (pahlawan) ditakdirkan tuhan untuk mengemban kehendak dari semangt dunia. Hitler memnadang dirinya sebagai manusia yang terpilih takdir itu. Dalam otobiografinya mein kampf (perjuangan ku), ia menulis, “Dari berjuta-juta orang…satu orang harus melangkah maju.

Krisis Sosial: Lahan Subur bagi Fasisme
Terdapat banyak persamaan pada latar belakang sosial dan psikologis di mana negara fasisme terbentuk. Sebagian besar negara-negara tersebut kalah dan rusak parah dalam Perang Dunia I, hingga rakyatnya sangat lemah dan letih, banyak yang kehilangan suami, istri, anak-anak dan orang-orang yang mereka cintai dalam perang. Negara-negara tersebut juga tertimpa kesulitan ekonomi, politik, dan perasaan meluas bahwa bangsa mereka mengalami keruntuhan. Rakyat menderita secara material; partai-partai yang beragam itu tak mampu mengatasi masalah-masalah bangsa, di samping berkelahi di antara mereka sendiri.
Pada dasarnya, kemiskinan Italia akibat perang Dunia I adalah faktor terpenting dalam perkembangan kekuasaan fasisme. Lebih dari 600.000 orang Italia tewas akibat perang itu, dan hampir setengah juta orang menjadi cacat. Bagian terbesar dari populasi terdiri dari para janda yatim piatu. Negara itu tertekan oleh resesi ekonomi dan angka pengangguran yang tinggi. Walau bangsa Italia menderita kerugian besar dalam perang, mereka hanya mencapai sebagian kecil dari tujuan mereka. Seperti halnya negara-negara lain yang lelah akibat perang, bangsa Italia merindukan untuk memiliki kembali kehormatan dan keagungan mereka sebelumnya.
Sebenarnya, ini adalah sentimen yang telah membangun kekuatan sejak akhir abad ke-19. Italia modern bernostalgia dengan kebesaran Kekaisaran Romawi, dan merasa berhak atas wilayah Romawi dahulu. Lagi pula, Italia merasa bersaing dengan kekuatan-kekuatan utama di dunia dan berharap untuk mengangkat dirinya ke kedudukan mereka, atau, ke "posisi yang selayaknya". Karena pengaruh cita-cita ini, bangsa Italia berharap untuk menjadi sekuat Inggris Raya, Prancis dan Jerman.
Krisis sosial, politik, dan ekonomi juga berperan penting dalam pembentukan Nazisme di Jerman, yang telah kalah dalam Perang Dunia I. Pengangguran dan krisis keuangan menambah kekecewaan akibat kekalahan itu. Inflasi meningkat hingga tingkat yang jarang dapat disamai. Anak-anak kecil bermain dengan uang kertas bernilai jutaan mark, karena uang, yang merosot nilainya dalam hitungan jam, menjadi tak lebih dari selembar kertas nilainya. Bangsa Jerman ingin memulihkan harga diri mereka yang hilang dan kembali ke taraf hidup yang lebih baik. Dengan janji untuk memenuhi harapan-harapan seperti ini, Nazisme muncul dan memperoleh dukungan.
Spanyol pra-fasis juga menunjukkan kesamaan dengan negara-negara ini. Hilangnya koloni-koloni Spanyol di kedua sisi benua Amerika pada awal abad ke-19 telah membuat harga dirinya merosot tajam. Pada awal abad ke-20, Spanyol sudah setengah runtuh. Perekonomiannya jatuh, dan hak-hak istimewa yang didapat oleh kaum aristokrat membuka jalan bagi ketidakadilan. Bangsa Spanyol mengenang masa lalunya yang agung dan kuat dengan kerinduan mendalam.
Negara lain yang sangat dipengaruhi oleh fasisme adalah Jepang. Pada masa Jepang pra-fasis, lapisan masyarakat yang lebih tinggi sangat kuatir dengan perkembangan Marxisme di kalangan anak muda. Tetapi mereka tak mampu menentukan bagaimana menyingkirkan ideologi yang merusak itu. Selain itu, perubahan-perubahan sosial seperti itu sangat membingungkan bagi masyarakat yang begitu terikat dengan tradisinya. Ikatan kekeluargaan melonggar, angka perceraian meningkat, rasa hormat kepada kaum tua terkikis, adat dan tradisi ditinggalkan, kecenderungan individualis mulai muncul, kemerosotan di kalangan pemuda mencapai tingkat yang menyedihkan, dan angka bunuh diri mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, stabilitas masyarakat Jepang di masa depan dianggap dalam bahaya. Semua hal di atas membawa mereka kepada kenangan masa lalu. Kerinduan akan masa-masa kejayaan dahulu dan usaha-usaha untuk membangkitkannya, merupakan jebakan awal bagi rakyat yang membawa mereka terjerat sepenuhnya oleh rezim fasis.
Kita juga tak boleh mengabaikan ancaman komunisme, yang saat itu mengancam untuk mengambil alih seluruh dunia. Bisa jadi sejumlah bangsa menyerahkan diri pada rezim-rezim fasisme agar tidak menjadi korban ideologi yang brutal, kejam dan penindas itu, lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, karena percaya bahwa fasisme "lebih baik di antara dua kejelekan".
Teknik-Teknik Pencucian Otak oleh Fasisme
Ada sebuah kekhasan yang sangat buruk pada fasisme dan Nazi Jerman: usaha untuk mencuci otak rakyatnya. Program ini dibangun dengan dua unsur dasar, yakni edukasi dan propaganda.
Dalam Mein Kampf, Hitler menulis, "Propaganda adalah sebuah alat, dan karenanya harus dinilai dengan melihat tujuannya… Propaganda dalam Perang ini merupakan suatu alat untuk mencapai sebuah tujuan, dan tujuan itu adalah perjuangan demi eksistensi rakyat Jerman; karenanya, propaganda hanya dapat dinilai sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku untuk perjuangan ini. Dalam hal ini, senjata-senjata yang paling kejam menjadi beradab bila mereka mampu membawa kemenangan yang lebih cepat… Semua propaganda haruslah bersifat umum dan tingkat intelektualnya harus disesuaikan dengan kecerdasan terendah di antara sasaran propaganda. Maka dari itu, semakin besar massa yang ingin diraih, harus semakin rendah tingkat intelektual.
Hitler memang sangat efektif dalam memanfaatkan propaganda. Sebagai contoh, sutradara terkenal Leni Riefenstahl diminta untuk membuat sebuah film propaganda Nazi, Olympia. Dalam Triumph of Will, film lain karya Riefenstahl, Hitler digambarkan hampir seperti dewa. Ideologi pagan Nazi diagung-agungkan dalam film-film ini, dan akhirnya memesona masyarakat. Olympia adalah salah satu pusat dalam budaya pagan Yunani kuno. Kota Olympia, dengan patung Zeus-nya yang terkenal, adalah simbol yang tepat bagi ideologi pagan Nazisme.
Semua rezim fasis, tidak hanya rezim Hitler, sangat efektif menggunakan propaganda untuk memaksakan keinginan mereka kepada publik. Mussolini menyatakannya secara terbuka:
Bagi saya, massa hanyalah sekawanan domba selama mereka tak terorganisasi… Unjuk salam, lagu-lagu dan slogan Romawi… semuanya sangat diperlukan untuk mengipasi api antusiasme yang menghidupkan sebuah gerakan.… Segalanya berpulang pada kemampuan seseorang untuk mengatur massa tersebut bagaikan seorang seniman.

Berhala-Berhala Fasisme: Pemimpin yang dikeramatkan
Bagian paling penting dalam fasisme adalah sang pemimpin, yang namanya ditonjolkan dalam setiap aspek kemasyarakatan. Rezim Hitler, Mussolini dan Franco adalah contoh nyata hal ini. Gelar-gelar yang digunakan para diktator ini, "Der Führer," "Il Duce", atau "El Caudillo", semuanya menyiratkan hal yang sama—"Pemimpin yang mengetahui segalanya". Dan, memang, ketiganya menjalankan pemerintahan masing-masing sepenuhnya berdasarkan keinginan-keinginan mereka sendiri, sementara kolega-kolega terdekat dan perwira-perwira paling senior mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Fasisme melekatkan sebuah kekuatan yang nyaris keramat kepada sang pemimpin, agar ia dapat mempertahankan daya tariknya dan meningkatkan penerimaannya di hati rakyat. Sang pemimpin adalah penguasa seluruh negeri dan rakyatnya, yang digambarkan sebagai bagian dari dirinya. Seorang pemimpin Sosialis Nasionalis, Herr Spaniol, berpidato di Saarbruecken pada bulan Januari 1935:
Aku tidak percaya bahwa Gereja-gereja akan terus eksis dalam bentuknya yang sekarang. Di masa depan agama akan bernama Sosialisme Nasional. Nabinya, pausnya, Yesus-nya, akan bernama Adolf Hitler.
Dengan cara serupa, Mussolini dipandang di Italia sebagai seorang dengan kemampuan istimewa, suatu makhluk unggul, yang dipilih dan diciptakan demi tugas yang diembannya. Perkataan dan pernyataan Mussolini dinamakan "Dekalog Fasis", dan yang kedelapannya: "Duce selalu benar", menjadi slogan yang terdengar di seluruh Italia pada tahun 1920-an dan 1930-an. 39 Tahun 1935, keanggotaan organisasi pemuda fasis, Opera Nationale Balilla, diwajibkan kepada seluruh pemuda Italia. Para pemuda Italia yang menjadi anggota Balilla bersumpah untuk "… percaya kepada Romawi yang abadi… kepada kejeniusan Mussolini, kepada Fasisme Bapak Suci kita.
Cara lain yang digunakan untuk melukiskan pemimpin fasis sebagai keramat adalah dengan menempatkan gambar-gambar dan patung-patungnya di seluruh penjuru negeri. Hal ini memiliki efek psikologis yang mendalam terhadap rakyat, yang terus-menerus merasa diri mereka berada dalam kekuasaan dan pengawasannya, dan bahkan, bahwa dia selalu mengamati mereka.

Jawatan propaganda resmi milik Mussolini biasanya mengarahkan pers bagaimana foto Mussolini akan dicetak, kapan, dan foto yang mana, di halaman berapa, dalam susunan seperti apa, dan dalam ukuran berapa. Dalam foto-foto ini, "Il Duce" tampil di hadapan rakyatnya dengan pose-pose yang megah: sambil mengacungkan pedang, menekankan perkembangan ekonomi di wilayah panen, menyapa kaum fasis muda, sebagai seorang pekerja atau olahragawan yang tak kenan lelah.
Di setiap kesempatan, Mussolini ditampilkan sebagai pahlawan rakyat. Halaman-halaman koran dihiasi foto-fotonya sedang menerbangkan pesawat, berkuda melompati rintangan, berenang, bermain ski di pegunungan Alpen, bermain anggar, memakai kostum terjun payung, dan lain-lain.
Propaganda ini begitu efektifnya hingga teman-teman lamanya pun langsung berdiri menghormat setiap kali bertemu dengannya. Jadi, Mussolini dapat memuaskan egonya yang sangat besar, dengan tidak mempersilakan teman-teman lamanya untuk duduk, melainkan membiarkan mereka terus berdiri selama berjam-jam.
Metode-metode yang digunakan untuk menggambarkan pemimpin fasis sebagai manusia super, selama masa Hitler dan Mussolini berkuasa, juga digunakan oleh kaum fasis modern di masa kita. Diktator fasis di Irak, Saddam Hussein, adalah sebuah contoh. Selama bertahun-tahun, jalan-jalan di Irak dipenuhi oleh gambar-gambar Saddam yang berukuran besar. Dan, di dalamnya, dia diperlihatkan dalam beraneka peran yang berbeda sebagai pemimpin rakyatnya: sebagai petani di desa, pekerja di pabrik, sebagai tentara di barak militer. Dia membuat kehadirannya terasa di mana-mana, dalam upaya untuk memberi kesan sebagai "seseorang yang melihat dan mengetahui segala hal", dengan kata lain, seorang yang keramat.


Nilai-Nilai Sakral yang Keliru dalam Fasisme
Fasisme adalah sebuah kepercayaan keliru yang dibuat untuk menyingkirkan agama-agama ketuhanan dan menggantikannya dengan kepercayaan pagan. Dan, sudah jelas bahwa bila kepercayaan itu keliru, maka nilai-nilai yang disakralkannya pun pasti keliru. Misalnya, kaum Nazi selalu menggunakan slogan "Blut and Boden" (Darah dan Tanah), dan membuat simbol-simbol dari kedua konsep itu. Sebagai contoh, selama manuver Hitler yang gagal pada tahun 1923, salah satu bendera swastika yang basah oleh darah para pendukung Nazi yang terluka, dijadikan barang keramat. Bendera itu dijuluki "Blutfahne" (Bendera Darah) dan diawetkan sebagaimana aslinya, dan menjadi simbol paling sakral dalam semua upacara Nazi. Bendera-bendera baru disentuhkan pada Bendera Darah, sehingga bendera itu dapat menyebarkan sebagian sifat "keramat"-nya.
Perang dan kekerasan, dua unsur yang lebih fundamental dalam fasisme, adalah konsep-konsep pagan yang coba digambarkan oleh fasisme sebagai nilai-nilai sakral. Tujuan agama-agama ketuhanan adalah untuk menciptakan sebuah masyarakat dan dunia yang bebas dari kekerasan dan perang; sedangkan bagi fasisme, perang adalah kebajikan itu sendiri. Fasisme percaya bahwa rakyat mendapatkan kehormatan dan kekuatan dari berperang dan membunuh. Sudah tentu, keyakinan ini mengobarkan lebih banyak perang dan pertumpahan darah. Fasisme terus-menerus mempersiapkan kekejian dan banjir darah yang baru.


Kegandrungan Fasis terhadap Kekerasan
Dalam sebuah laporan berjudul "Orang Inggris di Afrika Kekurangan Dorongan Pembunuh" yang diterbitkan The New York Times pada 24 Juni 1942, James Aldridge menggambarkan pandangan Nazi tentang perang dan pembunuhan dalam kalimat-kalimat berikut:
Para komandan pasukan Jerman adalah ilmuwan-ilmuwan yang terus menerus bereksperimen dan meningkatkan formula pembunuhan yang matematis dan keras. Mereka dilatih bagaikan para ahli matematika, insinyur dan ahli kimia yang berhadapan dengan berbagai masalah rumit. Tidak ada nilai seni di dalamnya, tidak juga imajinasi. Bagi mereka, perang adalah ilmu alam semata. Tentara Jerman dilatih dengan psikologi pencari jejak berani mati. Ia adalah pembunuh profesional tanpa rasa ragu. Ia percaya bahwa ia adalah yang manusia terkuat di muka bumi.
Model "pembunuh profesional" yang digunakan oleh Nazi ini adalah ciri umum fasisme. Kaum fasis memandang penggunaan kekuatan dan kekerasan sebagai tujuan itu sendiri. Pengaruh Darwinisme memainkan peranan penting di sini. Takhyul Darwinis bahwa manusia hanyalah pengembangan dari hewan, dan bahwa hanya yang kuat yang mampu bertahan hidup, sangat bertentangan dengan nilai-nilai etika. Cinta dan kasih sayang digantikan oleh rasa agresi, membalas dendam dan merebut, perasaan yang diperlihatkan kepada manusia sebagai kebutuhan ilmiah.
Kaum fasis menganggap konflik sebagai hukum alam, dan percaya bahwa perdamaian, keamanan dan ketenangan merintangi kemajuan umat manusia. Kata-kata Mussolini saat membuka Sekolah Propaganda dan Budaya Fasis di Milan tahun 1921, merupakan sebuah indikasi tentang ini; ia menyebut aksi sebagai kekuatan yang akan membawa fasisme menuju kemenangan.
Berbagai aksi kekerasan, penghancuran, penyerangan, dan peperangan itulah yang menjaga semangat juang kaum fasis tetap tinggi. Semua ini benar-benar bertolak belakang dari perdamaian, persaudaraan, dan ketenangan.
Kebodohan kaum fasis juga memegang peran sangat penting dalam kecenderungan mereka akan kekerasan. Karena itulah Hitler membutuhkan tentara tempur, bukan para intelektual, dalam rezim rasisnya.
Berbagai aksi kekerasan Nazi dibawa ke tujuan itu melalui organisasi-organisasi yang dibentuk khusus. Yang paling pertama adalah SA (Sturmabteilung, atau Pasukan Badai) yang dibentuk tahun 1920, dan mencapai kualitas paramiliter pada tahun 1921. Banyak sekali penjahat jalanan yang tergabung dalam barisan SA. Kelompok ini juga dikenal sebagai pasukan "Kemeja Coklat", dan dipimpin oleh Ernst Röhm, yang terkenal dengan pembawaan psikopatiknya (dan kecenderungan homoseksualnya). SA melakukan tindakan terorisme yang tak terhitung jumlahnya selama tahun 1920-an untuk memperkuat Partai Nazi. Unit-unit SA melakukan berbagai serangan mendadak terhadap para penentang Nazi, menumpahkan darah dalam perkelahian jalanan, dan menyiksa para penentang yang mereka jadikan "tawanan perang". Hitler sangat membanggakan kekejaman SA. Dalam buku Mein Kampf, ia melukiskan sebuah penyerangan yang "sukses" terhadap penentang Nazi:
Ketika aku memasuki ruang depan Hofbräuhaus (aula bir) pada pukul delapan seperempat, tidak ada keraguan lagi atas tujuan yang ada. Ruangan itu begitu padat dan karenanya telah ditutup oleh polisi… Sekelompok kecil SA menantiku di ruang depan. Aku memerintahkan pintu-pintu menuju ruang besar ditutup dan menyuruh 45 atau 46 orang untuk berbaris… pasukan badaiku—begitulah mereka disebut sejak saat itu—menyerang. Bagaikan serigala, mereka menyerbu musuh dalam kelompok delapan atau sepuluh orang berkali-kali, dan sedikit demi sedikit mulai melempar mereka keluar dari ruangan. Setelah lima menit saja, aku hampir tak melihat satu orang pun yang tubuhnya tak tertutupi darah.
SA mulai kehilangan pamor saat Nazi berkuasa, dan SS (Schutzstaffel, atau Detasemen Pengawal) yang lebih profesional, dengan disiplin militernya, mulai naik daun. Kesatuan ini memakai seragam hitam. Para pemuda diseleksi berdasarkan "kriteria ras" untuk menjadi anggota SS. Mereka harus memiliki ciri-ciri ras Aria. Waffen-SS adalah sayap militer dari SS. Totenkopf, atau Kepala Maut, divisi dalam Waffen-SS sangat terkenal dengan kekejamannya, dan ditarik untuk mengelola kamp-kamp konsentrasi.
Kamp-kamp serupa juga dibangun oleh Mussolini, dan 18.000 dari 35.000 orang yang dijebloskan ke dalam "kamp-kamp pembasmian" ini mati dibunuh. Masih banyak lagi kematian dan pembunuhan lainnya, serta pembunuhan yang tak terbongkar selama periode fasis di Italia. Mussolini mengakui kekejaman fasisme ini dalam salah satu pidatonya: "Fasisme bukan lagi pembebasan, melainkan tirani, bukan lagi pengawal bangsa, melainkan bagi kepentingan-kepentingan pribadi.

Politik Pendudukan Fasisme
Ciri khas lain yang tanpanya Fasisme tidak akan mampu bertahan adalah politik ekspansi dengan cara menduduki negara lain. Dasar politik invasi ini adalah rasisme, dan konsep "perjuangan untuk bertahan hidup di antara ras-ras", sebuah warisan dari Darwinisme. Negara-negara fasis percaya bahwa untuk berkembang sebagai sebuah bangsa, mereka harus menguasai bangsa-bangsa lain yang lebih lemah, dan tumbuh dengan mengisap mereka.
Menurut cara berpikir fasis, manusia hanya bisa maju dengan melibatkan diri di dalam peperangan. Oleh karena itu, "militerisme" adalah karakteristik fasisme yang paling menentukan. Untuk mendorong semangat perang ini, partai-partai fasis berusaha untuk mengesankan rakyat dengan pakaian-pakaian seragam dan upacara-upacara yang megah. Dalam ucapan Mussolini, "Fasisme… tidak percaya pada kemungkinan ataupun kegunaan perdamaian abadi. Hanya perang yang membangkitkan seluruh energi manusia hingga ke tingkat tertinggi dan memberi martabat bagi orang yang punya keberanian untuk mencapainya.
Mussolini mengungkapkan penentangan terhadap perdamaian dalam pidatonya yang lain, "Aku tidak percaya pada perdamaian, dan aku memandang perdamaian menghilangkan semangat dan merupakan sebuah sangkalan terhadap seluruh kebaikan manusia.
Mussolini menimbulkan penderitaan yang sangat besar, baik pada rakyatnya sendiri maupun pada negara-negara yang dia duduki, atas nama ideologi. Dia menginvasi Ethiopia (Abesinia) tahun 1935, dan 15.000 muslim tak berdosa dibunuh demi mewujudkan mimpi "membangun kembali Kekaisaran Romawi". Ia sama sekali tidak merasa menyesal telah memerintahkan penembakan terhadap orang-orang sipil yang melawan pendudukan. Dia juga bertanggung jawab atas kekejaman yang mengerikan berupa penggunaan gas beracun terhadap rakyat sipil.
Catatan paling memilukan dari politik pendudukan fasisme, tentu saja, adalah Nazi Jerman. Nazi mengklaim bahwa bangsa Jerman, yakni "ras yang berkuasa", membutuhkan "ruang untuk hidup" di luar batas negara Jerman, dan atas alasan itu memicu Perang Dunia II. Hanya dalam waktu singkat, Angkatan Darat Jerman telah menduduki Polandia, Belgia, negara-negara Baltik, Prancis, semenanjung Balkan dan Afrika Utara, menyerbu Rusia hingga ke Moskow, dan dari sana menuju Laut Kaspia. Pembunuhan ini, yang pada akhirnya memuncak menjadi sebuah petaka bagi rakyat Jerman dan negara-negara pendudukan, menyebabkan tewasnya 55 juta jiwa, dan merupakan warisan fasisme paling berdarah di abad ke-20.

Dikutip dari buku: Fasisme, karya Hugo Purcell dan FASISME Apa Itu dan BagaimanA Melawannya, karya Leon Trotsky (1944)