We will not go down

In the night, withouth a fight

You can burn up

Our mosque and our homes and our school

But we spirit will never die

We will not go down

In Gaza to night

Rasanya bait- bait diatas sudah tidak asing lagi di telinga kita, di salah satu stasiun TV swasta bait lagu ini sering di tayangkan bila menampilkan berita mengenai kondisi yang terjadi di palestina. Michael Heart, dia orang yang menciptakan lantunan kata- kata indah itu dalam sebuah lagu, mendadak ia menjadi terkenal karena ia lah yang pertama kali membuat lagu dalam bahasa Inggris yang menggambarkan derita rakyat palestina, dunia pun bereaksi terhadap apa yang terjadi di palestina. Bait- bait yang tertera di atas sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana kondisi rakyat palestina saat ini, mereka menjadi kaum yang tertindas. konflik yang terjadi bisa di bilang sebagai konflik yang paling panjang dalam sejarah peradaban dunia. Sejak masa pemerintahan Nebukadnezar pada tahun 596 SM, bangsa Israel sudah mulai berkonflik. Entah apa yang ada dalam kepala masyarakat bangsa Israel sehingga yang ada dalam keapala mereka hanyalah konflik.

Namun kalau kita melihat dalam konteks kekinian konfilk antara Israel dangan palestina sebenarnya berakar pada gelombang kedatangan zionis internasional –merupakan sebuah gerakan politik Ultranasioanalis yahudi Eropa yang berupaya mendirikan sebuah Negara yahudi- di tanah Palestina.

Zionisme sendiri, seperti yang barusan penulis katakan adalah suatu gerakan Yahudi internasioanal yang didirikan oleh seorang wartawan di Wina, Austria yang bernama Theodore Herzl. Dia bermimpi tentang masa depan bangsa nya di perantauan.

Gagasan mengenai negara yahudi pertama kali ia kemukakan di Basel pada tahu 1891. Untuk mengukuhkan impiannya itu ia menulis suatu buku ”Negara Yahudi”. Dia percaya bahwa bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan. Atas dasar inilah Herzl membuat suatu konsepsi mengenai terbentuknya negara Yahudi. Dan pada akhirnya ini pula lah yang menjadi keyakinan zionis.

Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Mereka kemudian memutuskan untuk menjadikakan Palestina sebagai tempat yang paling ideal untuk dijadikan sebagai negara Yahudi. Berbagai usaha pun dilakukan oleh Herzl dan para pengikutnya untuk melobi penguasa pada saat itu agar mau menyerahkan tanah palestiana bagi bangsa tanpa tanah air ini. Herzl mendorong agar Zionos meminta persetujuan Turki Utsmani sebagai penguasa di palestina agar di izinkan membeli tanah di sana. Namun kaum Yahudi di sana hanya di izinkan sekedar untuk menunaikan ibadah, bukan mendirikan suatu komunitas tersendiri dangan ambisi politiknya.

Berbagai usaha di lakukan oleh Zionis agar mereka dapat menduduki tanah di palestina, mulai dari menyogok khalifah Sultan abdul Hamid II pada saat itu dengan Uanag sebear 150 poundsterling (uang dengan jumlah sekian pada masa itu sangatlah besar) sampai janji akan memberikan bantuan militer berupa kapal induk dan perang- perangkat militer lainnya. Namun semua tawaran yang di berikan itu di tolak mentah- mentah oleh khalifah. Pada saat itu perlu di ingat Turki Utsmani sebagai kerajaan Islam mempunyai kekuatan yang besar, sehingga sulit bagi zionis untuk menekan Turki agar mau menyerahkan wilayah Palestina. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pengaruh Turki Utsmani semakin melemah, para Imigran Yahudi makin banyak yang berdatangan ke wilayah palestina. Imigrasi besar- besaran pun terjadi. Kondisi ini pada akhirnya berubah menjadi suatu bentuk kolonialisasi kepada penduduk asli ketika mereka mulai menguasai kegiatan perekonomian disana. Kondisi ini makin di perparah dengan kalahnya Turki Utsmani dalam peperangan, sehingga wilayah palestina yang telah di kuasai oleh kerajaan Islam pada saat itu harus di serahkan pada Inggris.

Tahu akan kondisinya seperti ini, buru- buru kelompok zionis mengajukan permohonan dan berusaha meyakinkan Inggris dan juga para sekutunya agar memberikan tanah palestina kepada Bangsa Yahudi sebagai tempat bermukim mereka -di satu sisi, eksodus besar- besaran warga Yahudi ke palestina sedang terjadi- dan juga menurut mitos yang mereka yakini sebagi tanah yang telah di janjikan oleh Tuhan[1], untuk berusaha mempengaruhi bangsa eropa pada saat itu agar segera memberikan tanah Palestina kepada mereka, Peristiwa Hollocaust yang bagi sebagian para ilmuwan hanyalah sebagai mitos belaka, dijadikan sebagai pembenaran dan alasan kenapa tanah palestina harus di berikan kepada bangsa Yahudi. Zionis menjadikan momen Hollocaust sebagai senjata politik mereka untuk meminta simpati kepada bangsa Eropa yang telah melakukan pembantaian terhadap puluhan ribu orang Yahudi.

Inggris, yang pada saat itu menjadi negara pemegang otoritas terhadap Palestina, dengan lobi- lobi dan usaha yang di lakukan oleh Zionis, Akhirnya pada tanggal 2 November 1917, inggris memberikan sebagian wilayah Palestina untuk berdirinya tanah Air bagi warga Yahudi melalui suatu perjanjian yaitu perjanjian Balfour (Balfour carter) . Dengan adalanya perjanjian ini, otomatis kaum Yahudi telah mempunyai otoritas terhadap wilayah palestina. Gerakan Imigrasi besar- besaran pun di lakukan oleh warga yahudi dari wilayah manapun ke Palestina.

Ketika negara Israel berdiri pada tanggal 14 Mei 1948, berdasarkan perjanjian Balfor yang di sponsori oleh Inggris, persarikatan Bangsa- bangsa (PBB) telah merencanakan untuk berdirinya negara Palestina dan Yahudi. Resolusi yang di keluarkan oleh PBB nyata- nyata telah membagi wilayah Palestina dengan dua negara, yakni negara yahudi dan Arab. lalu kemudian di susul oleh deklarasi berdirinya negara Israel pada bulan Mei 1948. tindakan PBB dan deklarasi sepihak negara Israel ini pada akhirnya menyulut kemarahan negara- negara Arab, dan pada akhirnya memicu terjadinya peranga Arab- Israel pada tahun 1948, di lanjutkan dengan perang enam hari tahun 1967. perang ini merupakan koalisi dari negara- negara Arab, seperti Mesir, Yordania, suriah, Irak, Libya, Aljazair, kuwait dan saudi Arabia. Namun dalam peperangan ini, koalisi negara- negara arab tersebut dapat di patahkan oleh pasukan Israel dengn persenjataan yang lebih canggih. Pasukan israel pun akhirnya menguasai Tepi barat, Semenanjung sinai, Dataran Tinggi Golan dan Samaria.

Mungkin apa yang terjadi di Timur tengah waktu itu menjadi pelajaran untuk saat ini agar bersikap lebih hati- hati terhadap masalah Palestina. Trauma terhadap kekalahan pada masa lalu mungkin masih mengendap dalam benak negara- negara Timur Tengah, sehingga sampai saat ini mereka masih enggan untuk bersatu.

Begitulah sekelumit gerakan kaum yang menakan diri mereka sebagai Zionis, apa yang mereka lakukan pada masa lalu merupakan suatu gerakan konspirasi yang sampai saat ini pengaruh nya yntuk dunia kta rasakan begitu besar.

Tentunya, zionis telah membuat sejarah bagi peradaban dunia ini, namun sejarah yang di buat adalaah sejarah yang berlumuran darah. Apa yang terjadi saat ini di palestina merupakan akibat dari sejarah masa lalu. Seperti yang sebelumnya penulis katakan, Zionis meyakini bahwa bangsa mereka, yaitu bangsa Yahudi merupakan ”Bangsa Pilihan”, dan bumi Palestina adalah Tanah yang telah di janjikan oleh Tuhan untuk kaum mereka. Karena mitos- mitos seperti inilah akhirnya mereka melakukan eksodus besar- besaran ke Palestina dan melakukan tindakan brutal terhadap warga Palestina yang telah lama menempati bumi Palestina. Untuk mencapai tujuan- tujuannya. Mereka tidak segan- segan melakukan perampasan secara paksa terhadap warga palestina. Pembantaian dan pembunuhan pun terhadap warga sipil pun di sah kan.

Berikut ini adalah beberapa Pembantaian yang dilakukan oleh tentara zionis Israel sejak tahun 1946:

Pembantaian King David, 1946: 92 tewas

Serangan ini dilakukan oleh organisasi teroris Irgun dan sepengetahuan David Ben Gurion, pejabat teras Zionis dalam masa itu. Sejumlah total 92 orang, terdiri atas orang Inggris, Palestina, dan Yahudi terbunuh dan 45 orang terluka parah.

Pembantaian Salha, 1948: 105 tewas

Setelah penduduk suatu desa dipaksa masuk ke mesjid, orang-orang tersebut dibakar hingga tak seorang pun yang tersisa hidup-hidup.

Pembantaian Deir Yassin, 1948: 254 tewas

Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di Israel untuk diungkap. Namun, beberapa kejadian seperti kekerasan dan kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga internasional. Inilah salah satu dari kejadian-kejadian itu, yang dilakukan oleh organisasi teroris Irgun dan Stem.

Pada malam 9 April, 1948, penduduk Deir Yassin terbangun karena perintah “mengosongkan desa” yang disuarakan oleh pengeras suara. Sebelum mereka mengerti apa yang tengah terjadi, mereka telah dibantai. Penyelidikan Palang Merah dan PBB yang dilakukan berturut-turut di tempat kejadian menunjukkan bahwa rumah-rumahnya pertama-tama dibakar lalu semua orang yang mencoba melarikan diri dari api ditembak mati. Selama serangan ini, wanita-wanita hamil dicabik perutnya dengan bayonet, hidup-hidup. Anggota tubuh korban dipotong-potong, lalu anak-anak dihantam dan diperkosa. Selama pembantaian Deir Yassin, 52 orang anak-anak disayat-sayat tubuhnya di depan mata ibunya, lalu mereka dibunuh sedang kepalanya dipenggal. Lebih dari 60 orang wanita terbunuh lalu tubuh-tubuh mereka dipotong-potong.35 Salah satu wanita yang melarikan diri hidup-hidup menceritakan pembantaian massal yang ia saksikan sebagai berikut:

Saya melihat seorang tentara memegangi saudara perempuan saya, Saliha al-Halabi, yang sedang hamil sembilan bulan. Ia menyorongkan sebuah senjata mesin pada lehernya, lalu memberondongkan seluruh pelurunya kepada saudara saya. Lalu ia beralih menjadi seorang jagal, ia mengambil sebuah pisau lalu menyayat perutnya hingga terburai lalu mengeluarkan janinnya yang telah mati dengan pisau Nazinya yang tak berprikemanusiaan.

Tidak puas hanya dengan pembantian, para teroris lalu mengumpulkan seluruh perempuan dewasa dan remaja yang masih hidup, menanggalkan seluruh pakaian mereka, membaringkan mereka di mobil terbuka, membawa mereka sepanjang jalan daerah Yahudi di Yerusalem dalam keadaan telanjang. Jacques Reynier, perwakilan Palang Merah Palestina pada saat itu, yang melihat potongan-potongan mayat selama kunjungannya ke Deir Yassin pada hari serangan itu, hanya bisa berkata: “Keadaannya sudah mengerikan."

Selama diadakannya serangan, 280 orang Islam, di antara mereka wanita dan anak-anak, mula-mula diarak di sepanjang jalan lalu ditembak seperti menjalani hukuman mati. Sebagian besar wanita yang masih remaja diperkosa sebelum ditembak mati, sedangkan remaja pria dikebiri kemaluannya.

Harus dijelaskan bahwa para teroris yang melakukan pembantaian massal ini bukanlah anggota organisasi radikal yang bertindak di luar hukum atau menentang kendali pemerintah; justru mereka itu dikendalikan langsung oleh pemerintah Israel. Pembantaian Deir Yassin dilakukan oleh kelompok Irgun dan Stern, di bawah kepemimpinan langsung Menachem Begin, yang di kemudian hari menjadi perdana menteri Israel.

Begin menggambarkan operasi tak berprikemanusiaan ini, yang hanyalah salah satu contoh dari kebijakan resmi kebrutalan Israel, dalam kata-kata: "pembantaian ini tidak hanya bisa dibenarkan, justru, tidak akan ada negara Israel tanpa ‘kemenangan’ di Deir Yassin." Para Zionis menjadikan serangan seperti itu untuk menteror orang-orang Palestina dan mengusir mereka dari tanah mereka sehingga imigran Yahudi punya tempat untuk hidup. Israel Eldad, seorang pemimpin Zionis yang terkenal, menyatakan hal ini secara terbuka ketika ia berkata: "Jika tidak ada Deir Yassin, setengah juta orang Arab akan tetap tinggal di negara Israel (pada tahun 1948). Negara Israel tidak akan pernah ada.

Para Zionis menganggap pembersihan etnis seperti ini sebagai hal teramat penting untuk mendirikan negara Israel. Memang operasi-operasi ini, yang dilanjutkan setelah serangan Deir Yassin, menyebabkan banyak orang-orang Palestina meninggalkan tanahnya dan melarikan diri, atau menderita nasib yang sama seperti penduduk Deir Yassin.

Pembantaian di Qibya, 1953: 96 tewas

Serangan Zionis lainnya yang dirancang untuk “mendorong” orang-orang Palestina melarikan diri terjadi di Qibya, suatu desa dengan penduduk 2000 orang di perbatasan Yordania. Penyelidikan lebih lanjut di tempat kejadian yang dilakukan oleh beberapa pengamat dengan jelas mengungkap bagaimana pembantaian terjadi. Pembantaian Qibya, yang terjadi pada 13 Oktober 1953, meliputi penghancuran 40 rumah dan pembunuhan 96 orang sipil, sebagian besar di antara mereka wanita dan anak-anak. Unit “101” ini dipimpin oleh Ariel Sharon, yang nantinya juga menjadi salah satu perdana menteri Israel. Sekitar 600 tentaranya mengepung desa itu dan memutuskan hubungannya dengan seluruh desa Arab lainnya. Begitu memasukinya pada pukul 4 pagi, para teroris Zionis mulai secara terencana memusnahkan rumah-rumah dan membunuh penduduk-penduduknya. Sharon yang kalem, yang langsung memimpin serangan tersebut, mengumumkan pernyataan berikut setelah pembantaian: “Perintah telah dilaksanakan dengan sempurna: Qibya akan menjadi contoh untuk semua orang."

Pembantaian Kafr Qasem, 1956: 49 tewas

Serangan di Kafr Qasem, ketika 49 orang tak bersalah, tanpa memandang wanita atau anak-anak, tua atau muda, dibunuh dengan brutal, terjadi pada 29 Oktober 1956. Pada hari itu juga, Israel melancarkan serangannya atas Mesir. Tentara garda depan Israel melakukan pembersihan sekitar pukul 4 sore, dan menyatakan bahwa mereka telah mengamankan perbatasan. Mereka berkata pada pejabat setempat di kota-kota perbatasan bahwa jam malam untuk kota tersebut mulai hari itu akan dimulai pukul 5 sore, bukan 6 sore seperti biasanya. Salah satu kota tersebut adalah Kafr Qasem, di dekat pemukiman Yahudi di Betah Tekfa.

Para penduduk kota baru diberitahu tentang jam malam tersebut pada pukul 4.45 sore. Pejabat setempat memberi tahu tentara Israel bahwa sebagian besar penduduk kota bekerja di luar kota, dan begitu mereka kembali dari kerjanya, mereka tidak mungkin mengetahui tentang perubahan tersebut. Pada saat yang sama, tentara Israel mulai mendirikan barikade di jalan masuk kota. Sementara itu, orang-orang yang bekerja di luar kota pun mulai kembali ke rumahnya. Kelompok pertama segera mencapai perbatasan kota. Apa yang terjadi berikutnya diceritakan oleh saksi mata Abdullah Samir Bedir:

Kami mencapai pintu masuk desa sekitar pukul 4.55 sore. Kami tiba-tiba dihadang oleh unit garda depan yang terdiri atas 12 tentara dan seorang pejabat, yang semuanya diangkut sebuah truk tentara. Kami memberi salam kepada pejabat dalam bahasa Ibrani, dengan berkata “Shalom Katsin”yang berarti “salam untuk Bapak,” tapi tak ada tanggapan. Dia kemudian menanyai kami dalam Bahasa Arab: “Apakah kalian bahagia?” lalu kami menjawab “Ya.” Para tentara mulai keluar dari truk dan sang pejabat memerintahkan kami untuk berbaris. Lalu ia menyerukan perintah ini kepada tentaranya: “Laktasour Otem,” yang berarti “Bereskan mereka!” Para tentara mulai menembak…

Bedir, yang melarikan diri dari percobaan pembantaian yang mengerikan ini dengan berjudi antara hidup dan mati, sebenarnya bukanlah satu-satunya saksi mata kekejaman ini. Mulai saat itu, tentara Israel menghentikan setiap kendaraan yang mencoba memasuki kota itu dan menembak mati orang-orang di dalamnya. Di antara mereka ada anak laki-laki berusia 15 dan 16 tahun, remaja putri, dan wanita hamil. Orang-orang yang mendengarkan keributan dan keluar melihat apa yang terjadi ditembak karena melanggar jam malam begitu mereka melangkah ke luar. Tentara Israel diperintahkan bukan untuk menahan, melainkan menembak mati semua yang melanggar jam malam.

Kejadian ini, yang dilaporkan seluruhnya dalam catatan resmi Parlemen Israel, adalah salah satu contoh yang paling mengejutkan dari kebijakan resmi Israel.

Pembantaian Khan Yunis, 1956: 275 tewas

Tentara Israel yang menyerang kamp pengungsi di Khan Yunis membunuh 275 orang. Pejabat PBB yang melakukan penyelidikan di tempat kejadian menemukan korban-korban yang telah ditembak di belakang kepalanya setelah tangannya diikat.

Pembantaian Fakhani, 1981: 150 tewas

Akibat serangan udara Israel atas daerah Libanon, 150 orang tewas dan 600 luka-luka.

Pembantaian Qana, 1996: 109 tewas

Lebih dari 100 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, kehilangan jiwanya di kamp pengungsi Qana ketika mereka dibom oleh angkatan udara Israel. Pemandangan mengerikan karena pembantaian ini, termasuk anak-anak yang dipenggal kepalanya, tidak akan pernah terlupakan. Suatu tim pemeriksa dari PBB memastikan bahwa pembantaian ini disengaja[2].

Dan terakhir adalah Pembantaian Gaza, yang saat ini jumlah korban yang berjatuhan di perkirakan sebnayak lebih dari 1000 orang.

Yang cukup mengheran kan adalah, kenapa negara- negara barat hanya bisa diam melihat kondsi peperangan seperti ini. negara- negara timur tengah sudah tidak se gagah dulu lagi ketika menjadi jagoan dalam perang arab- Israel dan perang enam hari.

Sementara negara- negara barat hanya bisa diam bahkan membenarkan tindakan pembantaian yang dilakukan oleh pasukan zionis Israel.

Bahkan di dalam dewan keamanan PBB, Pemerintah Amerika tercatat telah memveto lebih dari pada 60 kali guna melindungi Israel dan resolusi- resolusi yang mengecam, menyelesaikan, mengutuk, menegaskan, mendorong, menyerukan, dan mendesak untuk mentaati lembaga dunia itu.

Selain itu, Israel juga tercatat sebagai negara Penerima bantuan keuangan terbesar dari AS. Menurut catatan riset Kongres AS, sejak tahun 1949 AS telah memberi lebih dari 101 milyar dolar kepada Israel dalam bentuk bantuan yang sejak 2007, 53 milyar dolar di antaranyaadalah bantuan militer bantuan militer tahunan di rencanakan akan meningkat 3,1 milyar dolar pada 2018[3].

Konflik yang terjadi saat ini, diramalkan akan menagntarkan dunia pada perang besar yang tidak terhindarkan. Kini tinggal satu pertanyaan untuk kita semua. Sejauh mana Indonesia memainkan perannya saat ini yang notabene sebagai negri yang mayoritas penduduknya Islam?sudahkah kita siap sebagai pionner perubahan dan ikut berperan dalam menjaga perdamaian dunia?


[1] Menurut harun Yahya, tanah yang di janjikan oleh tuhan bagi mereka sebenarnya tidak pernah di capai, karena kaum Yahudi sendiri menolak ajakan nabi musa untuk masuk ke palestina. Sampai nabi musa wafat, bangsa Yahudi tidak pernah menuruti perintah nabi mereka. Baru setelah mkepemimpinan Yusak bin Nunbangsa yahudi dapat memasuki tanah selalipun dengan menggunakan cara licik dan biadab.

[2] www.harun Yahya.com

[3] www.suarapalestina.org