5 tahun ga berasa, tahunya dah jadi sarjana, kebahagian hanya dirasakan sekitar dua jam di aula yg di penuhi oleh para wisudawan, namun ketika keluar dari ruangan aula tersebut, kita tidak bisa larut dengan kebahagian ceremony belaka, karena dunia kejam yang mempunyai taring dan cakar yang tajam telah siap mencabik- cabik kita..
Welcome to the real world..
Demonstrasi merupakan Sesuatu yang lumrah terjadi di negara- negara yang ingin dikatakan demokratis. rakyat mempunyai hak untuk mengekspesikan bentuk kekecewaan dan protes nya terhadap pemerintah. Dan ternyata demo juga merupakan suatu cara yang ampuh untuk menunda kebijakan pemerintah yang dia nggap tidak pro terhadap rakyat, atau tidak pro terhadap kepentingan Pihak- pihak tertentu ( Kalo yang terakhir saya sebutkan biasanya demo bayaran tuh..hehe).Zaman sekarang demo bisa tidak akan memberi efek yang cukup besar dalam merubah suatu arus kebijakan bila tidak adanya peran media. Media ini lah sebenarnya kunci dari dikatakan sukses atau tidak nya suatu demo, media sangat berperan dalam mempublikasikan kepada publik berjalannya suatu demo, bisa media Cetak atau media elektronik. Demonstrasi bisa di katakan sukses kalau banyak media yang meliput kegiatan demo tersebut..
makanya untuk para makelar Demo, pasti punya banyak kenalan Wartawan nd pastinya juga punya banyak kenalan Supir Metro Mini..hehe
"INTINYA..RAKYAT LAPAR TUAN!!!!!"
Nasionalisme berasal dari kata Nation yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu: dalam pengertian antropologis serta sosiologis dan dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing- masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama sejarah dan adat. Adapun yang di maksud bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam.
Dalam Wikipedia nasionalisme di artikan sebagai suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, nasionalisme adalah ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.
Dalam Encyclopaedia Britannica nasionalisme merupakan keadaan jiwa, dimana individu merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam keduniaan (sekuler) tertinggi kepada negara kebangsaan.
Hans Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi suatu individu harus di serahkan kepada negara kebangsaan. Menurut Kohn, dahulu kesetiaan orang tidak di tunjukkan kepada negara kebangsaan, melainkan ke pelbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik, atau raja feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya, suku atau klan, negara kota, atau raja feodal, kerajaan dinasti, gereja atau golongan keagamaan. Berabad lamanya cita dan tujuan politik bukanlah negara- kebangsaan, melainkan setidak- tidaknya dalam teori: imperium yang meliputi seluruh dunia, melingkupi berbagai bangsa dan golongan- golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama .
Nations, menurut Kohn merupakan buah hasil tenaga hidup dalam sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Nations (bangsa- bangsa) merupaka golongan- golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa- bangsa itu memiliki faktor- faktor objektif tertentu yang membuat mereka berbeda dari bangsa lainnya, misalnya persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi atau persamaan agama.
Akan tetapi tidak ada sesuatu yang hakiki untuk menentukan ada tidaknya atau untuk merumuskan bangsa itu . Namun nasionalisme tetap menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita- cita dan bentuk sah dari organisasi politik dan bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Anthony D. Smith mendefinisikan nasionalisme adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial.
Definisi ini mengikat ideologi pada gerakan yang berorientasi sasaran, karena sebagai ideologi, nasionalisme menetapkan jenis- jenis tindakan tertentu. Namun demikian, konsep inti ideologi lah yang menetapkan sasaran gerakan, sehingga membedakannya dengan jenis gerakan lainnya.
Smith mengatakan lagi, Ada tiga jenis utama unsur- unsur umum dalam sistem keyakinan nasionalisme ini :
1. Suatu himpunan proposisi dasar yang di anut dan di jadikan titik tolak oleh kebanyakan nasionalis:
2. Sejumlah ideal fundamental yang terdapat dalam setiap nasionalisme, walaupun dalam derajat yang berbeda- beda;
3. Sederetan konsep berkaitan yang memberikan makna lebih konkrit bagi abstraksi inti bagi nasionalisme
Menurut J.E. Renan, nasionalisme merupakan sebuah rasa persamaan suatu kelompok atau bangsa yang merasa bangsa satu kelompoknya yang berada dalam situasi dan kondisi dimana bangsa atau kelompok mereka berada dalam sebuah penderitaan dan kesengsaraan maka timbullah rasa nasionalisme tersebut.
Lebih lanjut Renan mendefinisikan bangsa sebagai suatu asas rohani yang timbul dari keadaan- keadaan historis yang tersusun secara mendalam. Terbentuknya asas rohani ini, tidaklah cukup dengan ras, agama atau kepentingan bersama saja. Yang lebih penting menurut Renan keinginan untuk hidup bersama.
L. Stoddard menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, dianut oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.
Kata nasionalisme berasal dari kata Nation yang berarti bangsa. Catatan awal mengenai pengunaan istilah ini dalam pengertian sosial- politik yang di akui merujuk pada filsuf Jerman, Johan Gottfried Herder dan biarawan kontra- revolusioner Prancis, Uskup Agustin de barruel pada akhir abad ke delapan belas. Istilah ini jarang dipergunakan pada awal abad ke sembilan belas. Penggunaan istilah ini didalam bahasa Inggris pada tahun 1836 bersifat teologis sebagai doktrin bahwa bangsa- bangsa tertentu dipilih secara Ilahiah. Sejak itu, istilah ini cenderung disamakan dengan egoisme nasional. Namun, demikian, biasanya istilah lain seperti ‘kebangsaan/ nasionalitas’ (nationality) dan kenasionalan (nationalness) dalam arti sebagai semangat nasional atau individualitas nasional lebih di sukai.
Ada lagi teori yang mengatakan bahwa kata “nation” yang berasal dari kata lain nasci yang berarti “lahir”, mulai digunakan pada abad ke-13 untuk mengidentifikasi sekelompok orang yang mempunyai kesamaan berdasarkan kelahiran ataupun ciri-ciri fiskal lainnya. Baru pada abad ke-18 istilah nasionalisme menjadi lebih politis dan inklusif. Austin Barel, menggunakan kata nasionalisme untuk pertama kalinya pada tahun 1789.
Terinspirasi oleh pemikiran Jean Jaques Rousseau mengenai “general will” dan “popular sovereignty juang rakyat Prancis yang digambarkan sebagai pemegang kedaulatan Prancis, untuk melawan rejim Louis XVI. Sejak saat itulah nasionalisme dalam konteks gerakan perlawanan terhadap penguasa menjelma menjadi doktrin dan kredo politik yang sangat kuat dan berpengaruh.
Pada perkembangan selanjutnya nasionalisme menyebar ke Asia dan Eropa dalam bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Menariknya, karakter nasionalisme bisa berubah karena berbagai faktor politik. Ketika nasionalisme dipahami sebagai reaksi perlawanan terhadap dominasi unsur lain maka ia memiliki karakter liberalis atau sebagai pembebas dalam konteks kemerdekaan, keadilan dan demokrasi. Ini merupakan konsep nasionalisme yang paling tua seperti yang diilustrasikan pada masa revolusi Prancis saat liberalisme dan nasionalisme seakan tidak dapat dipisahkan.
Pada situasi kompetisi dan persaingan internasional, saat tumbuh ketidakpercayaan, ketakutan ataupun kebencian terhadap negara lain, nasionalisme kemudian mempunyai karakter chauvinis-ekspansionis. Nasionalisme jenis ini tidak lagi mengakui persamaan kebebasan bagi seluruh individu atau kelompok, melainkan hak-hak atas dasar kualitas suatu bangsa, untuk menguasai bangsa lain. Jingoism kemudian menjadi ungkapan yang kerap digunakan untuk menggambarkan naluri dan antusiasme masyarakat yang meluap-luap dalam mendukung kegiatan kegiatan ekspansi dari negaranya.
Aktivis nasionalis-sayap kanan Prancis Charles Maurras (1868-1952) menyebut paham ini dengan istilah “integral nationalism”, yaitu identitas individu dan kelompok lebur ke dalam suatu negara yang sangat kuat dan berpengaruh.
Sedang kan menurut Ernest Gellner, nasionalisme merupakan suatu prinsip politik yang beranggapan bahwa unit Nasional dan politik seharusnya berimbang, Gellner menekankan pada keseimbangan politik nasional yang terdapat pada sebuah bangsa atau Negara dengan mempertimbangkan prinsip- prinsip tersebut. Keseimbangan antara politik kekuasaan dan masyarakat sangat di butuhkan dalam membangun sebuah bangsa yang mengalami krisis kepercayaan yang tinggi dimana masyarakat yang dalam hal ini merupakan bagian dari bangsa mulai kehilangan kepercayaan kepada elit politik dan elit birokrat yang mana dalam konsepnya telah di kemukakan oleh Hans Kohn sebagaimana pernyataannya tentang masyarakat :
“Bahwa kesetiaan Individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita- cita dan satu- satunya bentuk sah dari organisasi politik dan efektif tertentu seperti bahasa bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Nasionalisme mempunyai sifat yang berbeda menurut latar belakang sejarah yang khusus dan serta struktur yang khusus pula di setiap negara juga faktor- faktor objektif tertentu seperti bahasa, keturunan, tradisi agama, dan adat istiadat. Meskipun faktor objektif itu begitu penting namun unsur yang penting adalah kemauan bersama untuk hidup nyata. Kemauan inilah yang dinamakan nasionalisme.”
Menurut Jack Snyder, Ada empat macam bentuk Nasionalisme, yang pertama nasionalisme kenegaraan, nasionalisme etnik, nasionalisme revolusioner dan nasionalisme kontra- revolusioner.
Nasionalisme kewarganegaraan terjadi kalau elit politik yang ada tidak merasa terancam oleh proses demokratisasi yang terjadi, serta kelembagaan negara ada cukup kuat untuk menampung proses ini. Nasionalisme kewarganegaraan didasarkan pada usaha mempertahankan proses demokratisasi karena di anggap bisa memberikan keadilan. Disni orang di persatukan atas dasar kewarganegaraan untuk mempertahankan demokrasi bangsa. Penduduk dalam suatu negara dianggap sama sebagai warga negara, tanpa memandang suku, warna kulit, agama dan keturunannya.
Nasionalisme etnik adalah solidaritas yang di bangkitkan berdasarkan persamaan budaya, bahasa, agama, sejarah dan sejenisnya.
Nasionalisme revolusioner merupakan usaha untuk mempertahankan sebuah perubahan politik yang melahirkan sebuah rezim baru yang dianggap lebih baik dari pada rezim sebelumnya.
Dan yang terakhir adalah Nasionalisme kontra- revolusioner, merupakan upaya membangun solidaritas untuk mempertahankan kelembagaan negara yang ada terhadap perubahan- perubahan yang mau diadakan
Selanjutnya Arief Budiman memandang bahwa nasionalisme adalah dimana kita mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya. Pada intinya pandangan yang di kemukakan oleh Arief Budiman adalah bagaimana suatu bangsa yang warganya mempunyai rasa memiliki terhadap bangsanya dan lebih mengutamakan apa yang menjadi kepentingan bangsa dan negaranya.
Soekarno dalam “Dibawah bendera Revolusi nya mengatakan :
“Nasionalisme kita ialah…..bukan dari nasionalisme jang timbul dari kesombongan belaka; ia bukan nasionalisme jang lebar, nasionalisme jang timbul daripada pengetahuan atas susunan dunia dan riwajat; ia bukanlah “jingo- nationalism” atau chauvinism, dan bukanlah suatu copie atau tiruan daripada nasionalisme barat. Lanjutnya nasionalisme kita adalah nasionalisme, jang menerima masa hidupnja sebagai suatu wahju dan menjalankan rasa hidupnja itu sebagai suatu bhakti. Nasionalisme kita adalah nasionalisme, jang di dalam kelebaran dan keluasanja member tempat tjinta pada lain- lain bangsa, sebagai kelebaran dan luasnja udara. Jang member tempat pada segenap jang perlu untuk hidupnja segala hal jang hidup. Tambahnya nasionalisme kita adalah nasionalisme ketimoer-an dan sekali-kali bukanlah nasionalisme bukanlah nasionalisme ke-barat-an, jang menurut perkataanja C.R.Das adalah “Suatu nasionalisme jang menjerang-njerang, suatu nasionalisme jang mengedjar keperluanja sendiri, suatu nasionalisme perdagangan jang untung atau rugi..”
Soekarno mengungkapkan bahwa semangat nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan menciptakan keadilan dan kebersamaan. Renan menyebut nasionalisme sebagai kehendak untuk bersatu (le desire d’entre ensemble).
Nasionalisme ini membentuk persepsi dan konsepsi identitas sosial kaum pergerakan di seluruh negara jajahan sebagai suatu kekuatan politik yang tidak bisa disepelekan oleh penguasa kolonial. Tujuan nasionalisme ini adalah pembebasan dari penjajahan dan menciptakan masyarakat yang adil dimana tidak ada lagi penindasan.
Berbeda dengan Stanley Bell , dalam mendefinisikan nasionalisme, ia mengatakan bahwa paling tidak ada lima hal mengenai definisi dari nasionalisme yaitu; 1) semangat ketaatan pada suatu bangsa (semacam Patriotisme); 2) dalam aplikasinya kepada politik, “nasionalisme” menunjuk kepada kecondongan untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri, khususnya jiwa kepentingan bangsa itu sendiri berlawanan dengan kepentingan bangsa lain; 3) Sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa, dan arena itu; 4) doktrin yang memandang perlunya kebudayaan bangsa untuk di pertahankan; 5) Nasionalisme adalah suatu teori politik atau teori antropologi, yang menekankan bahwa umat manusia, secara alami, terbagai- bagi kedalam berbagai bangsa dan ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.
Pengertian Nasionalisme menurut angka (4) dan (5), dalam formulasinya yang jelas, berasal dari pemikiran akhir abad ke delapan belas, meskipun bahan dan bibit- bibitnya telah ada pada umat manusia sejak masa lalu yang amat jauh. Sifat dasar dan kriteria nasionalitas dapat di beri batasanya.
Menurut Nurcholish Madjid, nasionalisme sejati dalam artian suatu paham yang memperhatikan seluruh kepentingan warga bangsa, tanpa kecuali adalah bagian dari Integral konsep Madinah yang di bangun oleh Nabi Muhammad . Berkenaan dengan Madinah itu, Robert N. Bellah, menyebutkan bahwa contoh pertama nasionalisme modern ialah sistem masyarakat madinah pada masa nabi Muhammad dan para khalifah (pemimpin) yang menggantikannya. Dalam sebuah tulisan bellah mengatakan bahwa sistem yang di bangun oleh nabi itu yang kemudian di teruskan oleh para khalifah adalah “ a better model for modern national community building than might be imagined”. (suatu contoh bangunan komunitas nasional yang lebih baik daripada yang pernah di bayangkan).
Komunitas itu di sebut modern karena adanya keterbukaan bagi partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan arena adanya kesediaan para pemimpin untuk dapat menerima penilaian berdasarkan kemampuan. Penilaian terhadap seseorang bukan berdasarkan pertimbangan kenisbatan (ascriptive) seperti perkawanan, kedaerahan, kesukuan, keturunan kekerabatan dan sebagainya.yaitu berupa ciri- ciri pribadi berupa takdir Tuhan. Bukan hasil pilihan bebas orang bersangkutan. Faktor- faktor kenisbatan atau ascriptive tidak dapat dijadikan tolak ukur tinggi- rendah martabat seseorang penilaian seseorang harus berdasarkan apa yang telah ia perbuat dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu, berdasarkan penegasan “bahwa manusia tidak memiliki apa- apa kecuali yangi ia usahakan.
Lebih jauh, Bellah melanjutkan bahwa sistem Madinah adalah suatu bentuk nasionalisme yang egaliter partisipatif. Hal itu berbeda sekali dengan sistem negara kota Yunani kuno yang membuka partisipasi hanya kepada kaum laki- laki merdeka, yang merupakan hanya lima persen dari penduduk.
Ben Anderson yang merupakan salah seorang Indonesianis terkenal melontarkan gagasan dia tentang imagined communities. Konsep ini menarik karena Anderson, dengan menggunakan pendekatan Durkheimian, mengklaim bahwa nasionalisme berakar dari sistem budaya dalam suatu kelompok masyarakat yang saling tidak mengenal satu sama lain. Kebersamaan mereka dalam gagasan mengenai suatu bangsa dikonstruksi melalui khayalan yang menjadi materi dasar nasionalisme.
Daniel Dhakidae dalam karya monumentalnya, “Cendekiawan dan Kekuasaan,” menggunakan konsep masyarakatnya Anderson yang disebut Dhakidae dengan “Komunitas-komunitas Terbayang”. Dalam konsep Anderson, nasionalisme terbentuk dari adanya suatu khayalan akan suatu bangsa yang mandiri dan bebas dari kekuasaan kolonial, suatu bangsa yang diikat oleh suatu kesatuan media komunikasi, yakni bahasa. Faktor kesamaan bahasa serta kesamaan pengalaman bersama yang ditimbulkan oleh karya-karya sastra, menghasilkan suatu imagined communities yang didasari oleh perasaan senasib dan sepenganggungan.
Di film Sang Pemimpi, Lorong atau Gapura ini serasa seperti tahun 1912-an, ketika Kiai Dahlan memproklamirkan Berdirinya Muhammadiyah
"Hidup hidupillah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah..", Itu yang pernah di katakan oleh KH. Dahlan. dan Kauman adalah kampung dimana orang yang melampaui zamannya itu lahir..
Langganan:
Postingan (Atom)