Tepat pada tanggal 7 November tahun 2008, 13 hari sebelum hari Pahlawan nasional, Mohammad Natsir menerima gelar pahlawan Nasional. Suatu gelar yang sebenarnya sangat tidak cukup untuk membalas jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Yang jadi pertanyaan bagi kita semua adalah, kenapa baru sekarang seorang Mohammad Natsir yang menjadi perekat kesatuan bangsa lewat mosi intergralnya baru menerima gelar pahlawan saat ini? Tentunya, menurut penulis banyak faktor politis yang menyebabkan kenapa hingga saat gelar pahlawan nasional belum tersematkan di pundak beliau, mengingat jasa- jasa beliau yang begitu banyak dalam menjaga kesatuan dalam bernegara. Salah satu alasan yang menyebabkan kenapa hingga saat ini Natsir tak kunjung memperoleh gelar pahlawan adalah mengenai keterlibatan beliau di dalam PRRI (pemerintahan revolusioner republik Indonesia) yang di anggap sebagai gerakan separatis. Padahal kalau kita mau telisik lebih jauh, sebenarnya PRRI itu lahir dari suatu bentuk kekecewaan Natsir dan kawan- kawan terhadap dominasi Soekarno tua dalam pemerintaan yang makin tak terkendali.
Kekacauan politik yang terjadi setelah Pemilu tahun 1955, pertentangan antra pro dan anti komunis, pergolakan daerah yang menuntut otonomi yang lebih luas dan kemudian pengunduran diri Bung Hatta sebagai wakil presiden, telah mendorong soekarno tua untuk membubarkan konstituante dan menerapkan demokrasi terpimpin dengan kekuasan penuh ditangan presiden. Suatu hal yang sangat di tentang oleh Natsir dan kawan- kawannya. Ketegangan politik makin memuncak ketika terjadi peristiwa Cikini pada tanggal 30 november 1957 yang merupakan suatu peristiwa upaya pembunuhan presiden soekarno. Pada saat itu Natsir, Syafrudin prawiranegara, dan Burhanudin harahap dituduh mendalangi peristiwa itu. hal ini menyebabkan ketiga tokoh Masyumi tersebut menyingkir ke sumatera dan terlibat dalam gerakan PRRI. Kemudian tepat pada tanggal 17 Agustus 1960, soekarno membubarkan Masyumi.
Keterlibatan Natsir dalam PRRI menyebabkan beliau harus mendekam di dalam penjara dan mengalami masa- masa pengasingan. Natsir di tangkap dan di asingkan ke batu, Malang,dan pernah menjadi tahanan politik di rumah tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966). Barulah pada tanggal satu Juli tahun 1966, setelah kejatuhan soekarno dan berdirinya orde baru, Natsir di bebaskan tanpa proses peradilan.

Natsir Dan Sepak Terjangnya
M. Amien rais dalam salah satu artikelnya di majalah Tempo mengatakan bahwa Natsir merupakan salah satu tokoh yang ia sebagai pemikir dan juga negarawan .Tidak salah apa bila Natsir di katakan sebagai sosok pemikir-negarawan. Sebagai pemikir, Natsir telah melahirkan suatu konsep intergasi yang kita kenal dengan sebutan Mosi Integral Natsir. Mosi ini lah yang menjadi perekat kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pada awalnya bangsa kita berbentuk federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) kemudian karena Mosi Integral Natsir itulah Indonesia kembali kepada bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa mudanya Natsir telah aktif dalam dunia pergerakan. Pada usia 18 tahun ia sudah aktif dalam gerakan kepanduan organisasi pemuda Islam Jong Islamiten Bond (JIB). Didalam Organisasi kepemudaan ini lah natsir banyak bertemu dan belajar dengan tokoh-tokoh seperti haji Agus salim dan ahmad Hasan.
Sejak muda M. Natsir telah berkecimpung dalam dunia tulis menulis. Dalam tulisan-tulisannya yang banyak di muat dalam majalah pembela Islam, Natsir banyak mengkritisi pemikiran- pemikiran yang melecehkan dan merendahkan Islam. Tulisan- tulisan macam itu banyak di buat oleh para politisi atau tokoh yang berasal dari PNI yang berfikir sekuler. Natsir juga sering mengkritisi pemikiran dan tulisan Soekarno yang pada saat itu merupakan tokoh PNI. Dalam Kumpulan tulisan Natsir yang di himpun dalam Capita selecta jilid I, disitu di muat bantahan- bantahan Natsir terhadap Soekarno yang menyanjung-nyanjung model sekularisme yang terjadi di Turki. Sementara natsir sangat menentang model sekularisasi yang terjadi di Turki yang di lakukan oleh Mustafa Kemal attaturk dan menyayangkan hancurnya kerajaan Turki Ustmani sambil menunjukkan dampak negatifnya. Namun walau pun Natsir sangat berseberangan dalam pemikiran, Ia sangat mendukung upaya soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan Natsir dalam salah satu artikelnya menentang habis-habisan sikap Belanda yang mengasingkan soekarno ke wilayah Ende .
Karir politik Natsir di awali dengan menjadi aktivis dalam Masyumi. Karir politik tertinggi nya di Masyumi adalah menjadi Ketua Umum Masyumi. Masyumi merupakan partai yang cukup eksis pada masa pergerakan mempertahankan kemerdekaan saat itu. Ini di buktikan ketika partai ini menempati urutan tiga besar dalam pemiliu tahun 1955. Natsir merupakan sosok yang ada di balik kebesaran Masyumi, maka pada saat itu, Natsir di pilih sebagai Ketua Umum Masyumi menggantikan dr. soekiman Wirjosandjoyo.
Keterlibatan Natsir secara intens dalam politik dan kenegaraan di mulai ketika ia di ajak oleh Kahar Muzakar untuk menjadi Anggota KNIP yang berfungsi sebagai DPR/MPR pada saat itu. Ketika Sutan Syahrir ditunjuk sebagai perdana menteri oleh presiden soekarno, Natsir di angkat sebagai menteri penerangan. Dalam pemerintahan, total Natsir menjabat sebagai menteri penerangan sebanyak tiga kali dalam tiga kabinet Syahrir berturut-turut pada 3 Januari 1946 sampai 27 Juni 1947. Jabatan yang sama ia emban dalam kabinet Mohammad Hatta pada 29 Januari 1948, dan puncak karir tertinggi Natsir dalam pemerintahan adalah ketika Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Pasca pembubaran RIS menjadi Negara kesatuan Indonesia.
Di pilihnya Natsir sebagai Perdana menteri pada saat itu di karenakan peran Natsir dalam mengembalikan Indonesia dari Republik Indonesia Serikat kepada Negara kesatuan Republik Indonesia melaluai konsep integrasi nya yang cukup terkenal yaitu Mosi Integral Natsir. Adanya Mosi Integral ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia, karena berkat Mosi inilah Indonesia dapat kembali ke bentuk asal nya yaitu Negara kesatuan. Tentunya, pada saat itu begitu sulit untuk melobi dan menyatukan suara agar semua daerah yang telah menjadi Negara bagian masing-masing untuk bergabung kembali menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia. Namun karena kepiawaian natsir dalam berdiplolmasi dan me lobi para perwakilalan dari tiap Fraksi di Parlemen pada saat itu dengan cara- cara yang bermartabat dan manusiawi tanpa adanya sentimen dan pihak yang merasa di sepelekan dan di rendahkan. Natsir mampu menyatukan kembali NKRI dan membubarkan Republik Indonesia serikat (RIS) hasil perjanjian konferensi meja bundar. Berkat jerih payahnya lah akhirnya 17.000 pulau yang tadinya terpecah- pecah menjadi 17 negara bagian kemuadia bersatu kembali.
Maka tak heran dan penulis sangan sepakat dengan Dr. Moh. Noer, seorang cendikiawan politik yang juga merupakan dosen penulis di Universitas Nasional mengatakan bahwa indonesia mempunya dua buah proklamasi. Pertama proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 dan yang kedua proklamasi berdirinya Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) tanggal 17 agustus 1950 . Kedua proklamasi itu sama- sama di proklamator oleh Soekarno dan M.Hatta. bedanya pada proklamasi pertama sukarno dan Hatta menyatakan dirinya atas nama bangsa Indonesia, sedangkan pada proklamasi yang kedua Sukarno adalah presiden republik Indonesia serikat dan Hatta adalah perdana menteri republik Indonesia serikat. Akan tetapi menurut Noer, perbedaan itu bukanlah sesuatu yang penting yaitu perbedaan makna dan sejarah dari kedua proklamasi itu sendiri.
Setelah terbentuknya NKRI, Natsir di berikan mandat oleh presiden Soekarno menjadi perdana menteri pertama NKRI. Dia memilih Sri sultan Hamengku Buwono IX sebagai wakil perdana menteri. Saat membentuk kabinet, Ia menemukan banyak kesulitan karena partai Nasionalis Indonesia dan partai komunis Indonesia tidak mendukung kabinet Natsir. Kabinet Natsir hanya berumur tujuh bulan. Terpilihnya Natsir menjadi perdana menteri justru menjadi awal keretakan hubungan Sukarno dengan Natsir.

Rujukan Utama
M. Natsir. Capita Selecta I. Yayasan Bulan bintang dan Media Dakwah. Jakarta. 2008.
Dr. Anwar harjono, Dkk. Pemikiran dan Perjuangan mohammad Natsir. Pustaka Firdaus. Jakarta. 2001.
Laode Kamaludin, Dkk. 100 Tahun Mohammad Natsir; berdamai dengan sejarah. Republika. Jakarta. 2008.
Eko Prasetyo. Waktunya gerakan Muda memimpin. Resist Book. Yogyakarta. 2008.

0 komentar: