Suharto dan militer, tentunya kedua kata ini tidak bisa di pisahkan antara keduanya, naiknya Suharto sebagai presiden RI kedua menyingkirkan Sukarno tidak luput dari peran tentara yang kecewa dengan pemerintahan sukarno. Dalam hal ini, Salim said mengatakan ada tiga hijau yang menjadi alat Suharto untuk mnyingkirkan sukarno dari tampuk kekuasaann yaitu, mahasiswa (yang masih hijau dalam politik), tentara (yang berseragam hijau), dan golongan islam (yang berbendera hijau). Salim said mengatakan bahwa fakta yang ada memang menunjukkan kecenderungan demikian, namun ia mempertanyakan akan berapa lamakah aliansi hijau ini akan bertahan?
Mengenai masalah suksesi pemerintahan Suharto dan bagaimana peran militer didalamnya.penulis beranggapan, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Salim said, bahwa diawali terjadinya konflik dalam kalangan militer yang kecewa terhadap kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh Suharto. Dukungan ABRI yang sangat menonjol terhadap GOLKAR dalam pemilu 1977 di pertanyakan oleh kalangan perwira Seskoad (sekolah staf komando angkatan darat) di bandung lewat sebuah makalah –dikenal dengan sebutan seskoad paper- yang mencerminkan para pendapat perwira seskoad, mereka mendesak agar ABRI menahan diri dari keberpihakan pada pemilihan umum dimasa depan. Para perwira tersebut juga menyarankan agar ABRI sebagai kekuatan penuh tidak berpihak kepada kelompok manapun dalam masyarakat. ABRI semestinya tetap berdiri di atas semua golongan.
Pernyataan para perwira seskoad ini mendapatkan dari para purnawirawan yang tergabung dalam Fosko (forum study dan komunikasi). Fosko sependapat dengan apa yang di tulis oleh para perwira seskoad., yang pada intinya menyerukan agar nilai-nilai moral angkatan bersenjata Indonesia berada diatas semua golongan harus selalu di jaga. Mendengar pernyataan demikian Suharto jelas tidak sependapat. Dalam rapat pimpinan ABRI di Pekan Baru, Suharto menyatakan dengan tegas ABRI akan mendukung Golkar dan tidak berdiri diatas semua kelompok sosial politik jenderal Widodo dan jenderal M.Yusuf yang merupakan penggerak Fosko dipecat dari jabatannya sebagai panglima ABRI.

Soeharto dan LB. Moerdani

Dalam analisanya, Dr.Salim Said begitu menonjolkan peran Moerdani sebagai tangan kanan Suharto yang bertugas mempertahankan tampuk kekuasaan Suharto. Kemesraan Suharto dan moerdani ditunjukkan dengan diangkatnya ia sebagai panglima Kopkamtib, yang mempunyai hubungan telepon langsung dengan Suharto. Selain itu penghargaan terbesar yang diberikan oleh Suharto kepada Moerdani adalah diangkatnya ia sebagai panglima angkatan bersenjata menggantikan jend. M.Jusuf. pengangkatan moerdani sebagai panglima ABRI merupakan sesuatu yang di luar perkiraan banyak orang.
Dengan di angkatnya Moerdani sebagai panglima ABRI dan Kopkamtib, di samping sebagai kepala BAIS (badan intelejen strategis), Suharto bisa pula mengontrol dengan ketat semua prilaku politik. Kepercayaan yang di berikan Suharto kepada Moerdani begitu besar. Moerdani benar- benar menguasai pada saat itu.Ia mengakumulasi kekuasaan ditangannya yang belum pernah ada sebelumnya. Ia memimpin Pusintelstrat (pusat inteljen strategis) dan menjadi panglima angkatan bersenjata yang beranggotakan 400.000 ribu personel, ia juga memegang jabatan sebagai panglima Kopkamtib (komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban) dan kepala intelejen.
Dengan kekuasaan yang penuh dan kepercayaan yang besar yang diberikan oleh Suharto kepada Moerdani, justru kemudian berbuntut pada timbulnya konflik antara Suharto dan moerdani.
Puncak dari keretakan hubungan antara Suharto dan moerdani terjadi pada tanggal 10 februari 1988, beberapa minggu sebelum masa jabatan moerdani berakhir sebagai panglima ABRI berakhir. Pada hari itu Suharto memutuskan untuk mnyingkirkan tokoh intelejen itu dari kepemimpinan militer dan menggantikannya dengan jenderal Try Soetrisno.
Profil politik moerdani sejak 1998 sangat tidak menonjol dan ia jarang sekali kelihatan didepan umum sejak tahun 1993. namun, ia tetap dianggap penting dalam politik militer. Masalah moerdani yang sesungguhnya dengan Suharto bukanlah keprihatinannya tentang anak-anak Suharto, tetapi karena dimata sang presiden ia telah menghimpun kekuasaan terlalu banyak dalam tubuh ABRI.
Ada dimensi lain dalam masalah ini yang sebaiknya tidak diabaikan. Yaitu latar belakang katholik moerdani, hubungannya, dan dampak yang timbul atas kontrolnya terhadap masyarakat intelejen dan kepemimpinannya dalam angkatan bersenjata. Sejumlah tokoh muslim dalam tubuh angkatan bersenjata dan dalam birokrat sipil yakin bahwa moerdani sedang membangun kelompok non muslim yang berpengaruh dalam tubuh angkatan bersenjata disamping dalam tubuh birokrat sipil.

Kedekatan soeharto dengan Islam

Di akhir-akhir masa jabatannya, ada fenomena menarik mengenai soeharto, yaitu kedekatan Suharto dengan islam.
Feisal Tanjung dan R.hartono merupakan jenderal yang berasa dari keluarga muslim yang taat. Diangkatnya kedua jenderal ini merupakan suatu hal yang menarik. Sebab, ABRI di bawah Suharto, senantiasa di pimpin oleh para perwira Jawa dengan latar belakang abangan atau para perwira dari kelompok minoritas.
Fenomena baru adanya pemimpin militer dari kalanagan islam yang taatdan pembentukan ICMI, serta keterlibatan Suharto dalam urusan ini, telah menimbulkna kehebohan di kalangan masyarakat.kemudia tersebar isu adanya usaha “penghijauan” dalam tubuh Golkar dan ABRI. Di akhir tahun 1990an, merebak isu adanya “golongan merah putih”. Golongan ini di anggap sebagai lawan dari “golongan hijau”.
Kedekatan soharto dengan Islam, banyak kalangan yang menilai ia mulai menjauh dari ABRI, namun pendapat yang oleh Jamie Mackie, Andrew Macintyre, R.William Liddle dan Ulf sundhausen tentang hubungan Suharto dengan militer lebih meyakinkan di banding pendapat yang menyatakan Suharto sedang memperlemah dan menjauh dari ABRI, dan memanipulasi kelompok islam untuk menghadapi ABRI. Menurutnya, kepemimpinan Suharto sebagian besar berasal dari penguasaanya atas ABRI, misalnya menurut Mackie dan Macintyre:
Sebagai mantan jenderal dan pimpinan angkatan darat, presiden Suharto senantiasa mengidentifikasikan dirinya sangat dekat dengan ABRI. Ia menggantungkan dirinya pada ABRI, walaupun ia juga membuat para pemimpin ABRI tergantung padanya untuk mendapatkan jabatan.

Pada saat jenderal faisal tanjung mendekati akhir masa jabatannya sebagai panglima ABRI pada bulan Maret 1998, nama jenderal Wiranto, mantan ajudan presiden, disebut-sebut sebagai orang yang akan menggantikan Faisal Tandjung.
Wiranto memang pada akhirnya menggantikan tandjung pada tanggal 16 Maret.selain sebagai panglima ABRI, Wiranto juga mendapat tugas tambahan sebagai menteri pertahanan. Namun pengankatan Wiranto ini menimbulkan berbagai macam spekulasi. Desas-desus yang beredar di Jakarta bahwa semakin banyak yang tidak menyukai Wiranto di kalangan panglima lapangan.
Pertanyaan yang paling menggangu dikalangan para pengamat politik, bahkan juga masyarakat ramai , ialah soal suksesi, yang sudah hamper satu dasawarsamenjadi bahan gunjingan politik, meski secara bisik-bisik. Siapakah pengganti Suharto bila ia meletakkan jabatan? Pada waktu itu, sebagian besar pengamat politik sependapat bahwa satu-satunya kekuatan yang bisa mengambil alih kekuasaan adalah militer.
Tapi sejarah berkata lain. Setekah melewati huru-hara besar yang melanda Jakarta dan beberapa kota lainnya, pada tanggal 21 Mei 1998suhart terpaksa menyerahkan jabatan kepresidenanya kepada B.J.Habibie, wakil presiden yang pengangkatannya dahulu tidak seluruhnya dengan persetujuan militer.

0 komentar: