BAB I

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia yang merupakan Negara dengan penduduk terbanyak penduduknya ke empat di dunia adalah Negara yang begitu subur dan makmur akan kekayaan alam yang dimilikinya. Oleh karena itu tidaklah heran sebagai Negara yang kaya akan sumberdaya alamnya, Indonesia sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oeleh sebab itu pantas kita disebut sebagai Negara agrarian. Namun memasuki memasuki ke abad dua puluh satu ini,banyak terjadi pergeseran atau peralihan mata pencaharian dari yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani beralih ke bidang sector industri. Dari yang biasa kita sebut-sebut sebagai Negara agrarian menjadi Negara yang mengarah kepada era industrialisasi. Pergeseran atau peralihan ini bukan lah terjadi tanpa sebab, ini semua juga karena kemajuan teknologi yang semakin menuju kepada hi-technology yang menyebabkan mau tidak mau Indonesia sebagai Negara yang besar harus mengikuti arus ini.di tambah lagi dengan kedepan akan di canangkannya free trade area (FTA), yang mana merupakan salah satu program globalisasi.
Sector ekonomi merupakan salah satu vital sign untuk memasuki era ini. Dalm sejarah perkembangan ekonomi di Indonesia, terjadi pasang surut di setiap kepemimpinan yang berbeda beda. Sepanjang Indonesia merdeka, sudah terjadi penggantian lima kali presiden. Dari era presiden Soekarno yang pada masa kepemimpinannya, Indonesia cenderung ke kiri atau mengarah ke sosialis, ini dibuktikan ketika masa-masa beliau memimpin, Indonesia cenderung lebih dekat ke Negara-negara berhaluan sosialis atau komunis seperti Cina dan Uni Soviet yang pada saat itu merupakan musuh besar dari Amerika. Lalu setelah soekarno lengser dari tampuk kekuasaannya dengan berbagai kontroversi siapa yang jadi penyebab lengsernya beliau . Naiklah jendral soeharto menjadi presiden republic Indonesia. Pada masa presiden Soeharto inilah ekonomi Indonesia berpindah haluan cenderung mengarah ke kanan. Pada masa ini lah IMF (international monetary fund) yang merupakan lembaga donor bagi Negara-negara berkembang masuk ke Indonesia. Sebagai lembaga bantuan donor, tentunya telah banyak yang dilakukan IMF terhadap Indonesia. Lepas itu sesuatu yang menguntungkan bagi Indonesia ataupun justru sesuatu yang merugikan Indonesia.
Kiprah dan geliat IMF di Indonesia yang merupakan sebagai pelaku ekonomi di Indonesia menjadi perhatian utama dari karya tulis ini.
Maka penulis mengangkat tema tentang pelaku-pelaku ekonomi di Indonesia,dan sebagai judulnya adalah
Kiprah, geliat, dan sepak terjang IMF dalam perkembangan ekonomi Indonesia
1.2 PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, tim penulis hanya membatasi pengembangan masalahpada poin-poin sebagai berikut:
1. sejauh mana peran IMF dalam membangun perekonomian Indonesia.
2. bagaimana hubungan IMF dengan system ekonomi liberal

1.3 MANFAAT DAN TUJUAN
Manfaat dari penulisan ini:
1. Bagi penulis: Sebagai media dalam mengembangkan keilmuan-keilmuan dan reverensi-reverensi yang telah didapat. Serta yang paling utama adalah untuk memenuhi ketentua tugas mata kuliah perekonomian Indonesia sebagai prasyarat untuk mengikuti ujian akhir semester (UAS).
2. Bagi pembaca: penulis berharap karyatulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama untuk menambah wawasan mengenai perkembangan perekonomian Indonesia atau munkin bisa juga sebagai reverensi untuk bahan penelitian lainnya atau penulisan makalah lainnya.



1.4 METODE PENULISAN
teknik pengumpulan data dan reverensi yang digunakan tim penulis adalah bedah pustaka/ kaji literatur, dengan tujuan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan judul makalah ini yang bersifat kualitatif.

1.5 SUMBER
Sumber yang diambil sebaga reverensi adalah:
1. Buku ilmiah yang bertemakan ekonomi, sosial dan politik.
2. Artikel-artikel dan tulisan para ahli.
3. Koran-koran atau majalah nasional.

1.6 DEFINISI OPERASIONAL
Untk mengetahui dan mennelusuri bagaimana kiprah dan geliat IMF di Indonesia ataupun di Negara-negara berkembang lainny, dibutuhkan referensi yang valid dan dapat di pertanggung jawabkan. Itu semua bias didapatkan melalui bahan-bahan kajian pustaka ataupun melalui media elektronik seperti internet ataupun media-media virtual lainnya.


BAB II
ANALISA MASALAH

2.1 Asal mula dan berdirinya IMF

Apa itu IMF? IMF bersama Bank Dunia (World Bank) dilahirkan melalui pasal-pasal perjanjian (Articles of Agreement) yang dirumuskan dalam koferensi internasional di bidang moneter dan keuangan di Bretton Woods, New Hampshire, USA, 1-22 Juli 1944. Perjanjian yang melahirkan apa yang kemudian dikenal dengan Bretton Woods Sistem ini intinya mewajibkan seluruh negara penanda tangan perjanjian tersebut (awalnya 44 negara) untuk mengkaitkan nilai tukar mata uangnya (pegged rate) terhadap emas dengan kelonggaran hanya plus minus 1 %.
IMF yang secara resmi berdiri tanggal 27 Desember 1945 setelah 29 negara menanda tangani Articles of Agreement, memiliki tugas utama untuk mengawasi agar negara-negara penanda tangan tersebut mematuhi apa yang telah disepakatinya, bahkan apabila ada penyimpangan diatas plus minus 1% maka perlu persetujuan khusus dari IMF. Sesuai kesepakatan ini pula Dollar Amerika di-peg-kan ke emas dengan rate US$ 35 per troy ounce emas.
Ironinya adalah Amerika Serikat yang menjadi promotor Bretton Woods dan juga IMF, ternyata juga menjadi negara pertama yang secara diam-diam melanggar kesepakatan bersama tersebut. Bahkan kecurangan ini mulai mendapatkan protes oleh sekutu Amerikat Sendiri yaitu Generale De Gaulle dari Perancis yang pada tahun 1968 menyebut kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak istimewa yang berlebihan (exorbitant privilege).
Keingkaran Amerika Serikat mencapai puncaknya ketika secara sepihak Amerika Serikat memutuskan untuk tidak lagi (mengkaitkan) dollar-nya dengan cadangan emas yang mereka miliki – karena memang mereka tidak mampu lagi! Kejadian yang disebut Nixon Shock tanggal 15 Agustus 1971 ini tentu mengguncang dunia karena sejak saat itu sebenarnya Dollar Amerika tidak bisa lagi dipercayai nilainya sampai sekarang.
Yang menarik adalah, dari keingkaran Amerika Serikat ini seharusnya masyarakat dunia sudah menyadari bahwa IMF telah gagal menjalankan fungsinya untuk mengawasi para anggota agar mengkaitkan mata uangnya terhadap emas dan tidak lebih dari plus minus 1 %. Kegagalan IMF menjalankan fungsi utama ini-pun seharusnya otomatis membuat IMF bubar karena tidak ada lagi alasan untuk menjustifikasi keberadaannya.
Namun apa yang terjadi kemudian adalah hal yang justru dapat membongkar siapa sebenarnya IMF. Hanya sekitar empat bulan setelah tanggal yang seharusnya menjadi tanggal kematian IMF, yaitu 15 Agustus 1971, pada tanggal 18 Desember 1971, IMF justru dihidupkan kembali dalam bentuknya yang baru melalui perjanjian yang disebut sebagai Smithsonian Agreement dan ditanda tangani di Smithsonian Institute. Dari dua nama yang terakhir ini tentu tidak terlalu sulit bagi kita untuk memahami, minimal ‘keeratan hubungan’ antara IMF dan Yahudi.
Berdirinya IMF dan lembaga-lembaga ekonomi internasional lainnya seperti world bank, GAAT, dan IBRD (international bank for reconstruction and development) merupakan imbas dari lahirnya ideologi liberalisme, yang buah dari itu, sector ekonomi melahirkan pemikiran baru yaitu kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalis ini bermula sejak abad ke delapan belas di Eropa barat khususnya dan menjadi sangat dominant sampai abad ke sembilan belas. Dalam perkembangannya, pemikiran ini berjalan dan berkembang cukup pesat waktu itu.perkembangan itu distimulasi oleh dasar-dasar pemikiran tentang pasar dan kepuasan memenuhi kebutuhan ekonomi. Dalam system kapitalis, pemilikan (ownership) terletak ditangan individu, yang digunakan untuk tujuannya sendiri, yaitu untuk tujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam aktivitas ekonomi berlaku hukum pasar, yakni mekanisme pembentukan harga yang ditentukan oleh bekerjanya factor permintaan dan penawaran. Peran pemerintah hanyalah sebatas untuk melakukan controlling dan mengikuti perkembangannya agar tidak terjadi kegagalan pasar .
Pada konteks inilah prinsip ekonomi pasar yang berlaku merupakan cirri dari ekonomi liberal, yang menggambarkan suatu system ekonomi dengan partisipasi lebih besar dari aktivitas produksi, distribusi, dan perdagangan yang digerakkan olae individu ataupun perusahaan. Intervensi dan peranan pemerintah dijaga agar berada dalam porsi sekecil mungkin.

2.2 Awal kiprah IMF di Indonesia dan Negara-negara asia lainnya.
Ketika Negara-negara Asia dipukul krisis ekonomi yang berkepanjangan, dengan sangat antusias IMF mulai mengucurkan sejumlah bantuan dan kemudian mulai ketahuan jika pemecahan ini justru menambah persoalan baru. Dengan memberikan pinjaman IMF hanya menginginkan terpeliharanya kestabilan mata uang domestik sekaligus terjalinnya aliran modal secara bebas, dimana IMF selalu mengultimatum bagi Negara-negara yang akan didonornya agara memperkecil peran pemerintah dalam mengatur pasar. Sehingga aliaran modal yang masuk dapat berjalan secara bebas. Kemudian yang paling penting penyelesaian seperti yang dikerjakan oleh IMF ini hanya untuk menjamin pembayaran utang kembali kepada kreditur, tentunya dengan bunga yang berlipat-lipat yang justru akan mencekik Negara-negara peminjam. Krisis sebenarnya adalah imbas dari system ekonomi dunia yang tidak adil, dipandang sebagai ketidak becusan pemerintah dalam mengelola pembangunan. Dan semua tahu kalau IMF adalah kepanjangan tangan dari Amerika, atau sebagai wakil amerika di Negara-negara berkembang.
Itu juga yang terjadi pada Bank dunia, di lembaga ini pengusaha-pengusaha Amerika menjadi pemegang saham yang unggul. Keunggulan ini karena keputusan yang diambil bank dunia didasarkan oleh Negara mana yang menjadi penyetor saham paling besar. Dana Amerika merupakan penguasa yang memiliki saham terbesar. Kekuasaan akan bank dunia ini ditambah oleh tradisi dalam bank dunia yang selalu menunjuk presidennya sesuai dengan keinginan pemerintah Amerika. Apalagi jika kita melihat dari lokasi bank dumia yang terletak di Amerika, tepatnya di ibukota Amerika serikat sendiri, Washington DC. Sebuah lokasi yang mana departemen keuangan Amerika dapat mudahnya untuk turut campur tangan berbagai kebijakan yang akan diambil. Dengan demikian, wajar apabila kemudian bank dunia dianggap sebagai tangan kanan dari kebijakan global Amerika.

2.3 Geliat dan kiprah IMF dalam perekonomian Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia, sebagai salah satu anggota IMF? mengajak kita untuk melihat kembali peristiwa tanggal 15 Januari 1998, dimana Presiden Republik Indonesia (Soeharto) harus mengikuti kemauan IMF dengan menanda tangani 50 butir kesepakatan. Upaya Soeharto untuk membuat solusi alternatif dengan sistem CBS ditentang oleh IMF dan pemimpin Negara-negara besar. Di dalam negeri, para ekonom dan media massa juga berteriak menolak solusi CBS yang dibawa oleh Prof. Steve Henke.
Akhirnya, Soeharto tunduk kepada kemauan IMF dan menandatangani Letter of Intent. Di butir-butir tersebut-lah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998. Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita :
1. Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud. Maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Pertanyaannya adalah, seandainya Indonesia masih berdaulat, mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing?. Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing – yang diwakili oleh IMF waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini dibuat? Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota. Lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF. Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar – siapa yang mengendalikan uang di negeri ini? Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia. Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :
Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.
Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.
Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.
Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.
Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia. Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.
2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.
3. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional. Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.
Hal-hal tersebut diatas, baru sebagian dari 50 butir kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF. Namun dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing (yang oleh John Perkins disebut sebagai korporatokrasi yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah. yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.

2.4 UTANG DAN KEPENTINGAN ASING DIINDONESIA
Barangkali banyak yang tidak asing dengan ucapan Bung Karno ketika menolak tawaran bantuan asing, terutama dari AS, “Go to hell with your aid ”. Tentu saja bukan tanpa alasan Presiden RI pertama ini menolak bantuan asing tersebut. Dia sudah dapat mencium gelagat yang tidak baik dibalik agenda bantuan itu. “Neoimperialisme”, demikian Bung Karno menyebut misi dibalik agenda itu. Sementara koleganya, Bung Hatta, menawarkan konsep “ekonomi kerakyatan” untuk mengawal pembangunan perekonomian bangsa Indonesia. Kemudian konsep ekonomi kerakyatan itu disuarakan kembali oleh Prof. Mubyarto dan Prof. Sri Edi Swasono.

Namun para perumus kebijakan ekonomi Indonesia di masa orde baru seolah melupakan pesan-pesan penting para pendiri republik ini, dan sebaliknya mereka lebih memilih konsep yang ditawarkan oleh pihak asing, khususnya Amerika Serikat (AS). Pemimpin kita terlena dan telah mengambil jalan pintas dengan jalan mengambil pinjaman luar negeri yang terus menerus untuk membiayai pembangunan. Padahal negara kita sangat kaya akan sumberdaya alam, baik pangan, mineral dan migas, yang tersebar di daratan maupun di lautan. Karena kemalasan pula, kita telah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan sumberdaya mineral dan migas yang kita miliki kepada pihak asing, dengan keuntungan yang jauh berkurang untuk pihak Indonesia. Maka tidaklah berlebihan jika ada kekhawatiran Bung Karno beberapa puluh tahun yang lalu, “Biarkan kekayaan alam kita, hingga insinyur-insinyur Indonesia mampu mengolahnya sendiri”.
Kini setelah beberapa dasa warsa berlalu, kekhwatiran Bung Karno seolah terbukti. Kita manjadi bangsa pengutang. Seolah negara kita seperti menjadi kecanduan utang. Setiap tahun harus diberi infus dari pinjaman luar negeri. Jeratan utang luar negeri nampak semakin menyengsarakan, terutama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1997. Dan akumulasinya, kini utang luar negeri kita mencapai US$ 80 miliar, dengan angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri mencapai spertiga APBN.

Blunder kedua pemerintah kita adalah ketika meminta pinjaman dari IMF sebesar US$ 12,779 milyar di tahun 1998. Anehnya pinjaman dari IMF itu tidak boleh dipakai untuk belanja modal. Meskipun tidak dipakai, tetapi pemerintah Indonesia harus membayar bunganya. Sebagai contoh pada tahun 2002, Indonesia membayar bunga utang kepada IMF sebesar US$ 1,755 milyar atau setara dengan Rp 15,795 triliun dengan asumsi kurs Rp 9.000. Lalu apa bedanya IMF dengan rentenir. Dana angsuran bunga utang sebesar itu tentu akan sangat bermanfaat bila kita gunakan untuk meningkatkan anggaran pendidikan nasional kita atau untuk membuka lapangan kerja baru. Yang lebih mengenaskan, untuk membayar bunga utang IMF itu Indonesia diharuskan menjual beberapa BUMN. Karena sebagian besar dana telah tersedot untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang, maka untuk memperoleh tambahan dana pada APBN 2002, pemerintah mesti rela menjual Indosat.

Meskipun pemerintahan SBY mengakui bahwa resep ekonomi IMF (Dana Moneter Internasional) salah, tetapi anehnya tetap saja mengikuti program anjuran IMF. Negeri berdaulat yang berpenduduk lebih dari 200 juta orang, tapi dalam menjalankan kebijakan ekonominya harus tunduk pada kemauan sebuah lembaga keuangan internasional yang bernama IMF. Sementara ekonomi di dalam negeri sendiri dan kepentingan rakyatnya masih terabaikan, pemerintah justeru terus saja mengadopsi kebijakan IMF. Tujuan kebijakan ekonomi IMF tidak lain adalah untuk mentransformasikan ekonomi Indonesia sehingga menjadi wilayah yang nyaman untuk kepentingan investor internasional. Demikian pendapat Revrisond Baswir. Karena itu, sesuai anjuran IMF, pemerintah kita tak segan-segan mengambil kebijakan ekonomi yang tidak populer (seperti menaikkan harga BBM, listrik dan telepon). Ini artinya Indonesia direkayasa sedemikian rupa sehingga menguntungkan dieksploitasi oleh pemodal asing. Di sisi lain, pendekatan ala IMF ini telah menghasilkan biaya sosial ekonomi, bahkan politik, yang makin menyengsarakan rakyat Indonesia.

Dalam banyak kasus di negara-negara berkembang, sebagaimana dikemukakan oleh Revrisond Baswir, utang luar negeri telah menimbulkan banyak persoalan. Secara internal, utang luar negeri tidak hanya dipandang sebagai penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara Dunia Ketiga, tetapi juga diyakini menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan ekonomi. Sedangkan secara eksternal, utang luar negeri dianggap sebagai pemicu meningkatnya ketergantungan negara-negara Dunia Ketiga pada pasar luar negeri, arus masuk modal asing, dan terjadinya ketergantungan pada utang luar negeri secara kesinambungan.
Utang luar negeri juga menimbulkan implikasi sosial dan politik di negara-negara penghutang. Sebab, utang luar negeri bisa menjadi sarana yang sengaja dikembangkan oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman. Bahkan, secara tidak langsung, utang luar negeri juga dituduh ikut bertanggung jawab terhadap munculnya rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatnya tekanan migrasi dan perdagangan obat-obatan, serta terhadap muculnya konflik dan peperangan.

Selain itu, lembaga-lembaga keuangan multilateral yang berperan sebagai penyalur utang luar negeri, seperti Bank Dunia dan IMF, bukan hanya dinilai telah bersikap tidak transparan dan akuntabel, namun juga mereka diyakini telah bekerja sebagai kepanjangan tangan negara-negara Dunia Pertama yang menjadi pemegang saham di kedua lembaga tersebut. Bahkan, utang luar negeri juga diyakini sebagai sarana untuk menyebarkan kapitalisme neo-liberal ke seluruh penjuru dunia. Dan dengan demikian, utang luar negeri telah dengan sengaja dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari seluruh penjuru dunia.

Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana mungkin cadangan minyak yang luar biasa besar di blok Cepu dengan enteng diserahkan ke ExxonMobil. Padahal putera-putera Indonesia melalui perusahaan nasional kita sendiri, PERTAMINA, menyatakan sanggup untuk mengelolanya, yang pada gilirannya akan memberikan keuntungan besar buat bangsa kita sendiri. Demikian juga soal peninjauan ulang kontrak Freeport, yang menguasai pertambangan emas terbesar di dunia, pun tidak dilakukan pemerintah. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap AS dari segi ekonomi hampir mutlak, demikian penilaian Revrisond Baswir. Dan setiap persoalan yang menyangkut kepentingan perusahaan multinasional milik AS, pemerintah Indonesia senantiasa bersikap melunak.

Namun ditengah badai krisis ekonomi yang menimpah bangsa ini karena lilitanutang yang begitu banyak, pemerintah SBY melakukan sedikit dobrakan dengan melunasi sisa hutang Indonesia terhadap IMF . Akhirnya, sisa utang sebesar 3,2 miliar dollar AS kepada Dana Moneter Internasional (IMF) lunas sudah. Sebelumnya, kita sudah terlebih dahulu melunasi 3,75 miliar dollar AS kepada donatur internasional itu. Reaksi kita, pastilah senang dan lega. Akhirnya satu demi satu beban dientaskan dari pundak kita.
Apa makna dari lunasnya utang kita kepada IMF yang diteken ketika kita mengalami krisis moneter di tahun 1997-1998? Yang pasti kita akan sangat diuntungkan. Melunasi utang adalah pertanda bahwa ekonomi kita sudah mulai membaik. Memang tanda-tanda ke arah sana sudah jelas. Ekonomi yang pernah terpuruk kini sudah bisa mencatat pertumbuhan di atas 5 persen. Bahkan dengan beban ekonomi yang semakin berat karena nilai tukar dan harga minyak yang berfluktuasi, kita ternyata tidak terguncang.Artinya adalah model ekonomi yang selama ini sangat ketat sudah baik. BI dengan logika kebijakan moneternya telah mampu menjalin sinergis dengan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan sehingga indikator makro dan mikro membuat ekonomi bisa bergerak. Buktinya, cadangan devisa kita sungguh sangat kuat.
BI kini sudah secara perlahan menurunkan BI rate. Dengan hanya sekitar 10,75 persen maka sektor properti dan pertanian mungkin akan bisa pulih. Sebab kedua sektor itu adalah penyumbang tenaga kerja terbesar. Kalau kedua sektor itu pulih maka pengangguran akan dapat ditekan.
Bebas dari IMF memang akan lebih mengokohkan kita. Selain bahwa ekonomi sudah cukup kuat, pertanda bahwa kita pun akan semakin percaya diri. Kita tak lagi ibaratnya makan, minum dan bekerja di atas utang. Utang yang bertumpuk menyebabkan kita gamang dan mudah kehilangan kepercayaan diri.
Bebas dari utang bukan hanya baik bagi kita. Utang juga adalah sinyal bagi investor untuk masuk ke dalam negeri. Memang kita tahu bahwa telah terjadi eksodus besar-besaran dari para pemodal dari dalam negeri. Tetapi dengan meyakinkan mereka bahwa ketika kita sudah melunasi utang maka segalanya akan berjalan dengan lebih baik, niscaya mereka akan kembali (comeback) dan akan menanamkan modalnya di negeri kita.
Yang paling penting mungkin adalah bahwa utang menyebabkan kita tak lagi di bawah aturan IMF. Kita tahu bahwa sebagaimana pernah diakui oleh IMF sendiri, resep yang mereka berikan kepada kita ternyata justru memperparah kondisi negeri kita. Padahal dengan utang yang diberikan oleh mereka, berbagai aturan harus dilaksanakan.
Sementara semua aturan tersebut nyatanya justru menjadi penyebab lambannya pemulihan negeri kita dari krisis.
Sudah saatnya memang mengambil jarak dari kreditor bernama IMF. IMF yang didirikan sejak PD II itu adalah donatur yang seharusnya menolong, tetapi ternyata sebaliknyalah yang terjadi. Banyak negara yang diasistensi oleh IMF ternyata harus menderita. Mereka harus membayar cicilan utang beserta bunga yang menguntungkan negara maju sebagai pemodal utama. Rusia, yang pernah sangat berutang, juga menjadi lebih baik ketika keluar dari skema IMF. Meski harus membayar denda, kemajuan Rusia kini harus menjadi pelajaran kepada kita semua.
Pasca pemutusan hubungan dengan IMF, negara kita harus bekerja ekstra keras. Saatnyalah kita membangun ekonomi kita dengan lebih baik dan lebih sungguh-sungguh lagi. IMF adalah masa lalu. Masa depan adalah milik kita karena kitalah yang kini mengatur diri kita sendiri.
Para pemimpin bangsa, harus benar-benar memikirkan setiap kebijakan ekonomi. Jangan sampai kita kembali menderita karena kebijakan yang salah kaprah, ekonomi yang salah urus atau pekerjaan yang dilalaikan. Sekali lagi, kita bebas karena utang pada IMF sudah lunas.










BAB III
KESIMPULAN
Sebagai Negara berkembang, Indonesia tentunya memiliki kebutuhan yang ssangat besar untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Untuk memenuhi kepentingan nasioanalnya, tetunya Indonesia tidak hanya bisa mengandalkan pemasuakan yang berasal dari wilayah domestik dan expor impor saja, namun terkadang untuk memenuhi itu semua Indonesia membutuhkan juga pemasukan yang bentuknya berupa pinjaman ataupun hibah dari Negara lain ataupun organisasi internasional seperti IMF dan bank dunia.
Imf yang merupakan lembaga donor internasioanal yang didirikan dengan tujuan memberikan pinjaman keada Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia cukup mempunyai peran yang cukup besar dalam perkembangan ekonopmi Indonesia. Ini di artikan IMF merupakan termasuk kedalam pelaku-pelaku ekonomi dalam perekonomian Indonesia.
Tidak sedikit kebijakan ekonomi yang di ambil oleh pemerintah khususnya banyak terjadi pada masa orde baru dipengaruhi oleh IMF. Mulai dari usulan untuk privatisasi BUMN, terciptanya arus modal yang bebas, sampai pengurangan subsidi terhadap rakyat.
Dari kebijakan-kebijakan yang dibuat tersebut, banyak pro maupun kontra yang tercipta. Kebijakan yang pro yaitu kebijakan yang membuat ekonomi Indonesia mengalami kemajuan, seperti masuknya para investor kedalam negri untuk menanamkan sahamnya. Kebijakan yang kontra merupakan kebijakan yang banyak merugikan rakyat kecil, seperti pengurang subsidi BBM, yang memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap masyarakat dan unit-unit usaha kecil dan menengah (UKM). Kebijakn seperti ini merupakan proyek yang harus dijalankan oleh negara-negra yang menjadi pasien dari IMF. Karena pada dasarnya, dengan memberikan pinjaman IMF hanya menginginkan terpeliharanya kestabilan mata uang domestic sekaligus terjaminnya aliran modal secara bebas. Kemudian yang paling penting, penyelesaian yang dikerjakan oleh IMF ini hanya untuk menjamin pembayaran utang terhadap kreditur. Krisis sebenarnya merupakan imbas system ekonomi dunia yang tidak adil, dipandang sebagai ketidak-becusan pemerintah dalammengelola pembangunan. Dan semua tahu IMF IMF merupakan kepanjangan tangan dari kepentingan penguasa Amerika.









DAFTAR PUSAKA

1. Rahman.Fadzrul, Demokrasi tanpa kaum democrat, penerbit koekoesan, Jakarta.2005

2. Prasetyo. Eko, Inilah Presiden-presiden radikal, Resist book,

3. Soelhi. Mohammad, demi harga diri mereka melawan Amerika, Pustaka Azam, Bandung, 2001

4. Rachbini. Didik, EkonomiPolitik: Paradigma dan teori pilihan Publik , Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002

5. Jurnal politik, Memahami keterkaitan ekonomi dan politik, Gramedia.



Majalah:
Sabili edisi 22 TH XII 1November 2007/29
Sabili, edisi 32 TH.XIV 17M Mei 2007/29

0 komentar: